Oleh: Drh
Dharmojono, DVM
- PENDAHULUAN
Di Indonesia
Dokter Hewan dihasilkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan. Adakah di FKH mata
kuliah mengenai Hukum Kedokteran Hewan/Veteriner (HKH) ?. Mestinya HKH
dimasukkan kedalam Kelompok Humaniora dan disatukan dengan ETIKA KEDOKTERAN
HEWAN, yaitu materi yang berhubungan dengan perilaku profesi yang dijiwai oleh
prinsip-prinsip humaniora sebagai landasan utama dalam pelaksanaan pelayanan
medik. HKH merupakan bagian dari Hukum Kesehatan dan pasti bersinggungan erat
dengan bidang-bidang hukum lainnya seperti : Hukum Laboratorium, Hukum Rumah
Sakit, Hukum Kesehatan Lingkungan, dll. HKH hanya berlaku bagi Dokter Hewan
Indonesia angota PDHI yang melakukan profesi sebagai Pelayan Medik Veteriner.
- SUBJEK HUKUM DIDALAM HKH
Inti Hukum Kedokteran Umum (Manusia), yaitu hubungan hukum
antara Dokter dengan Pasien, yang masing-masing fihak harus mengetahui hak
& kewajibannya. Apabila Dokter tidak melakukan peran hak &
kewajibannya, maka dianggap malpraktek. Jadi didalam Hukum Kedokteran Umum, Dokter
dan Pasien adalah merupakan Subjek Hukum. Dokter pada umumnya bekerja di Rumah
Sakit dan RS adalah Badan Hukum (bisa berupa Yayasan, PT, dll) jadi Pemilik RS
atau Badan Hukumnya juga adalah Subjek Hukum
Didalam Kedokteran Hewan ada Dokter Hewan-Pasien-Pemilik,
dalam hal ini pasien (hewan) adalah mahluk pasif, jadi yang menjadi Subjek
Hukum adalah Dokter Hewan dan Pemilik Hewan mempunyai Hak & Kewajiban.
Dengan adanya Rumah Sakit Hewan (RSH), Kelompok Praktek Bersama (KPB) yang juga
mungkin merupakan Badan Hukum, maka Pemilik RSH atau Penanggung Jawab KPB juga
menjadi Subjek Hukum
Tetapi baik Dokter (Manusia) maupun Dokter Hewan yang bekerja
di RS maupun KPB juga diwajibkan memiliki Izin Praktek, jadi masing-masing
Dokter adalah juga Subjek Hukum
- OTORITAS DOKTER
Selesai kuliah di FKH ditandai dengan diberikannya Sertifikat
Dokter Hewan, dalam suatu Upacara Wisuda dan lulusan mengucapkan Sumpah/Janji.
Pemegang Sertifikat ini memiliki hak
memakai gelar Dokter Hewan, tetapi Sertifikat ini bukanlah Sertifikat
Kompetensi. Dokter Hewan baru boleh melakukan profesinya sebagai Pelayan Medik
Veteriner, apabila telah mempunyai Izin Praktek (IP). IP adalah dokumen
tertulis (nyata) yang diberikan oleh pemegang Peraturan Perundangan
(Pemerintah/Eksekutif) kepada para Dokter Hewan yang memiliki Sertifikat
Kompetensi. Sertifikat/Ijazah Dokter Hewan hanyalah merupakan syarat utama
untuk mengikuti Ujian Kompetensi Dokter Hewan. Kompetensi Profesi adalah
kemampuan minimal untuk dapat melakukan pekerjaannya secara benar. Kompetensi
pokok Dokter Hewan adalah: 1. Memeriksa
Pasien, 2. Menegakkan Diagnosis, 3. Menyusun
tatalaksana therapy. Ketiga domain
ini merupakan otoritas Dokter Hewan (yang memilikki IP), yaitu pekerjaan/kegiatan
yang tidak boleh dilakukan/dialihkan
kepada/ oleh orang lain.
- STANDAR KOMPETENSI
Profesi adalah suatu pekerjaan yang berlandasan kepada
dikuasainya 1. Ilmu Pengetahuan (cognitive, knowledge), 2. Keterampilan
(psikomotorik, skill), 3. Perilaku (Attitude) dan 4. Tanggung Jawab (responsibility).
Salah satu ciri profesi adalah adanya Asosiasi
Profesi (dalam hal Drh adalah PDHI). PDHI lah (melalui MP2KH bersama ONT
ybs) merumuskan Pokok-pokok Kompetensi Dokter Hewan, yang disebut dengan Standar Kompetensi Dokter Hewan.
Standar Kompetensi Dokter Hewan ini, karena keikut sertaan Indonesia dalam GATS
- AFTA, harus disyahkan oleh Eksekutif (dalam hal ini Kementerian Pertanian dan
Kementerian Tenaga Kerja), menjadi Kompetensi
Dokter Hewan Indonesia (KDHI).
KDHI inilah sebagai dasar/bahan untuk
mengukur apakah seorang Drh sudah kompeten atau belum kompeten dalam melakukan
profesinya sebagai Pelayan Medik Veteriner. Untuk ini Drh yang ingin diakui
kompetensinya harus secara aktif minta Ujian Kompetensi (UK). Didalam
melaksanakan UK, PDHI membentuk suatu Badan khusus yaitu Lembaga Sertifikasi Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (LSKDHI).
LSKDHI ini membuat soal-soal untuk
Ujian Kompetensi dan mengelola Penguji
Praktek (PP), Bagian Administrasi/Pengelola dan Tempat Ujian Kompetensi (TUK) yang semuanya mempunyai kriteria
tertentu.
Standar Kompetensi Medik Veteriner disusun berdasarkan
prinsip-prinsip Etika Kedokteran Hewan, yaitu salah satu aspek Hukum dari permasalahan
Etika Profesi, tujuan utamanya adalah menjalin suasana saling mempercayai (antar Subjek Hukum) secara bermartabat.
- DISIPLIN HUKUM
Yaitu ajaran tentang kenyataan atau realita hukum. Pokok isinya adalah: 1.Renungan manusia tentang keberadaannya di Alam Semesta dan 2. Cita-cita tentang bentuk manusia /masyarakat
yang paling baik. Adapun aspek
Disiplin Hukum meliputi Ilmu Hukum, Ilmu Politik Hukum dan Ilmu Filsafat Hukum
Didalam Kedokteran Umum (manusia) hubungan Dokter dengan
Pasien sadar atau tidak sadar terjadi hubungan “paternalistik”, dalam arti
kedudukan Dokter lebih dominan dari pada Pasiennya. Pasien menaruh kepercayaan
kepada Dokter karena keawamannya dalam ilmu dan teknologi kedokteran, percaya
kepada kompetensi/profesi Dokter.
Untuk mengembangkan hak & kewajiban pasien, maka pasien
perlu diberi peran dan mengerti ilmu pelayanan medik. Itulah sebabnya Ilmu
Hukum Kedokteran Veteriner (Hewan) harus dipelajari oleh setiap tenaga medik,
karena fungsi hukum adalah memberikan 1.
Kepastian dan 2. Perlindungan, itulah juga sebabnya dalam melakukan pekerjaannya
Pelayan Medik Veteriner, Dokter Hewan harus mempunyai Izin Praktek . Bagi
Dokter Hewan arti Izin Praktek adalah legalisasi dan pelimpahan otoritas serta ketenangan
melakukan hak & kewajibannya dan bagi Pasien/Klien adalah kepercayaan.
- PELAYANAN KEDOKTERAN
Pelayanan Kedokteran meliputi : 1. Pelayanan Medik, yaitu yang menyangkut kepentingan pasien langsung, meliputi
upaya pencegahan (preventif), pengobatan/penyembuhan (kuratif), peningkatan
(promotif) dan pemulihan (rehabilitatif), 2. Pelayanan Kesehatan
Masyarakat/Lingkungan.
Dokter Hewan Praktisi adalah Subjek Hukum Publik dalam
menjaga kepentingan umum (lingkungan) dan kepentingan individu (privat). Dokter
Hewan Praktisi adalah Subjek Hukum Publik karena menawarkan Pelayanan Medik Veteriner
kepada umum/masyarakat (lewat Iklan, Internet, Brosur, Papan Nama & Praktek,
dll), maka apabila datang Pasien (klien) akan terjadi transaksi (meskipun tidak
disadari) antara Dokter Hewan dengan Klien/Pasien. Didalam Kedokteran Umum
(manusia) transaksi terjadi antara Dokter dengan Pasien, dalam Kedokteran Hewan,
transaksi terjadi antara Dokter Hewan dengan Klien/Pemilik Hewan, pasiennya
(hewan) sendiri dalam keadaan pasif. Transaksi Dokter Hewan-Klien-Pasien
menimbulkan Hak dan Kewajiban/tanggung jawab
masing-masing fihak . Tanggung jawab tsb timbul sebagai akibat adanya :
1. Pelaksanaan suatu transaksi, 2. Pelaksanaan
suatu perundangan, 3. Perbuatan yang mungkin
melanggar hukum. Perbuatan melanggar hukum ini dapat disebabkan oleh
perbuatan sendiri (disengaja maupun tidak disengaja), oleh perbuatan orang lain
tetapi masih dalam tanggung jawabnya dan karena kejadian lainnya (misalnya
anjing menggigit). Menurut cara mempertahankannya Hak & Kewajiban dapat
melalui Hukum Materiel (KUHP) atau Hukum Acara/formil (KUHAP)
- PERKARA HUKUM
Ada 2 macam Perkara Hukum yang perlu difahami oleh para
Subjek Hukum, yaitu
- Perkara Hukum Pidana, dalam Perkara Hukum Pidana ada Terdawa,
Pengacara (yang membela/memberi nasehat kepada terdakwa), ada Jaksa
Penuntut dan Hakim yang aktif. Masing-masing fihak mempunyai ranah
sendiri-sendiri. Dalam Perkara Hukum Pidana tidak ada pencabutan perkara,
perkara harus berjalan terus menurut Hukum Positif. Dibidang praktek Kedokteran (Hewan)
jarang sekali ada dalam Perkara Hukum Pidana
- Perkara Hukum Perdata, perkara ini didahului dengan adanya gugatan
dari fihak yang dirugikan. Perkara yang dihadapi oleh Dokter Praktisi
umumnya Perkara Hukum Perdata ini. Didalam Perkara Perdata tidak ada Jaksa
Penuntut Umum, yang ada adalah Fihak Penggugat dan Fihak Tergugat.
Masing-masing fihak yang berperkara
dapat diwakilkan kepada pengacaranya masing-masing. Dalam Perkara Perdata
umumnya Hakim adalah pasif, yang aktif adalah Penggugat (boleh melalui
pengacaranya) dan tergugat (juga boleh melalui pengacaranya). Perkara
Hukum Perdata dapat dicabut (tidak sampai ke pengadilan) oleh Pihak
Penggugat dengan syarat-syarat tertentu yang disetujui kedua belah fihak.
Dokter Hewan Praktisi adakalanya terlibat dalam Perkara Hukum Perdata,
baik di “tarik” oleh si penggugat maupun oleh si tergugat, misalnya Anjing
klien Dokter Hewan tsb menggigit orang, fihak tergugat maupun penggugat
sama-sama ingin Dokter Hewan difihaknya. Dalam hal demikian Dokter Hewan
haruslah bertindak professional berdasarkan kompetensinya. Dokter Hewan
dapat diminta sebagai Saksi Ahli.
- HAK AZAZI
Manusia mempunyai HAM karena mereka adalah manusia. HAM ini
tidak diberikan oleh apa atau siapa karena “the
nature” nya memang harus sudah memiliki (the
natural rights). HAM tsb adalah : hak
sama derajat, hak untuk hidup, hak kebebasan dan hak milik. Beda dengan Hak
Azazi Hewan (HAH) adalah diberikan/diupayakan oleh manusia karena kesadarannya
bahwa hewan adalah sahabat manusia sama-sama penghuni planet bumi. HAH tsb adalah : bebas dari haus dan kelaparan
(freedom from hunger and thirsty), bebas dari nyeri (freedom from pain), bebas dari penyalah
gunaan (freedom from misuse) dan
bebas dari penyakit (freedom from diseases), siapa yang paling depan menghadapi
masalah HAH ? Maka Kewajiban dari Dokter Hewan meliputi juga untuk menjaga dan
memperjuangkan HAH tsb, sedangkan dalam HAM Dokter bukan profesi yang terdepan.
Didalam suatu Pengadilan diperlukan bukti nyata untuk
membantu Hakim dan proses peradilan berupa visum
at repretum dari Dokter, karena itu ada Ilmu Hukum Kedokteran Forensik dan Ilmu Kedokteran Kehakiman.
Adakah Ilmu Kedokteran Forensik dalam Kedokteran Hewan ? Dalam kasus
penyiksaan/pembantaian Orang Utan di Kalimantan baru-baru ini, adakah peran
Kedokteran Forensik Hewan ?
- HUKUM KESEHATAN
Ranah Hukum Kesehatan lebih luas daripada Hukum Kedokteran,
bahkan Hukum Kedokteran adalah bagian dari Hukum Kesehatan, yang meliputi :
- Hukum yang langsung berhubungan
dengan permasalahan kesehatan individu / masyarakat, misalnya: wabah , zoonosis
- Hukum yang tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan, tetapi dapat dikenakan kepada kedokteran,
misalnya KUHAP ps. 359: karena kelalaian menyebabkan kematian atau KUHP
ps. 1365: mengganti kerugian karena kesalahan tindakan
- Hukum Administrasi, misalnya keharusan
mempunyai Izin Praktek
- Hukum Universal (International),
karena konvensi (misalnya Konvensi Helsinki, 1964), dan Jurisprudensi.
Jurisprudensi dapat berupa Jurisprudensi konstan (Constante Jurisprudentie) dan Jurisprudensi Mahkamah Agung (yang sering disebut Fatwa
MA)
- Hukum Otonom, bersumber dari
literatur, ilmu pengetahuan, dsb
- KELENGKAPAN ASOSIASI PROFESI
Hukum Kedokteran bagaimanapun bersangkutan dengan hukum-hukum
lainnya. Hukum Kedokteran Hewan pasti akan berkaitan juga dengan hukum yang menyangkut kesehatan lain nya,
digambarkan sbb:
Rumah
Sakit
BPOM Farmasi
Hukum Kedokteran
Pabrik
Makanan & Minuman Usaha
Peternakan
Dari uraian diatas, oleh karena itu, Asosiasi Profesi yang
makin mantap memerlukan ke lengkapan-kelengkapan berupa :
Majelis Kehormatan Perhimpunan, Majelis Disiplin Tenaga Kerja
(di dalam Kementerian), Majelis Etika Kedokteran, yang khusus menyelesaikan
urusan-urusan Etika Kedokteran yang mempunyai wewenang terhadap perilaku
anggotanya a.l. : memberikan peringatan (lesan, tertulis), pemecatan
(sementara, tetap), tetapi Majelis juga harus memberikan perlindungan dan
pembelaan kepada anggotanya.
- POLA
HUBUNGAN DOKTER-KLIEN
(PASIEN)
Dalam Kedokteran Umum, manusia sebagai anggota masyarakat memiliki hak perlindungan
kesehatan (the right of health care)
dan sebagai individu memiliki hak kesehatan individual (the right of self determination), oleh karena itu pasien (manusia)
mempunyai hak dirahasiakan menyangkut kondisi kesehatannya. Adakah dalam
Kedokteran Hewan ada hak kerahasiakan ? Perlukan Dokter Hewan merahasiakan
kondisi pasiennya kepada pemiliknya atau kepada orang lain ? Bukankah justru
klien perlu diinformasikan mengenai keadaan hewan miliknya ? Lalu informed consent untuk aspek yang mana ?
Pola hubungan Dokter Hewan dengan Klien, oleh karenanya dapat
- Activity – Passivity, pasien Dokter manusia mungkin
dalam keadaan gawat darurat atau tidak sadar sehingga terjadi hubungan activity (Dokter) dan Passivity (pasien). Dalam
Kedokteran Hewan ada keadaan pasien gawat darurat atau tidak sadar, tetapi
klien selalu dalam keadaan sadar, sehingga dalam Kedokteran Hewan tidak
ada hubungan activity-passivity.
- Guidance – Cooperation, Dokter Hewan sebagai pihak yang melakukan
tindakan medik dan klien yang melakukan perawatan (dirumah) harus terjadi
kerja sama demi ke sembuhan pasien. Klien harus mengikuti
petunjuk-petunjuk Dokter Hewan
- Mutual Participation, Dokter Hewan mempunyai hak
& kewajiban demikian pula klien mempunyai hak & kewajiban yang
sama-sama bermartabat
- PERJANJIAN ANTARA DOKTER HEWAN DENGAN PASIEN (KLIEN)
Ketika Klien bersama hewan miliknya (pasien) datang
berkonsultasi, sebenarnya saat itu sedang dalam proses membuat perjanjian.
Tergantung kepada kasus dan kondisi pasien, mungkin Perjanjian akan terjadi sbb:
- Kondisi Pasien baik dan
keperluan Klien dengan hewannya adalah untuk sterilisasi. Perjanjian yang
terjadi pada kasus ini adalah Perjanjian berdasarkan Hasil Kerja Dokter
yang termasuk kedalam “resultaats
verbintenis”. Dokter menjajikan hasil kerjanya yaitu operasi
sterilisasi
- Pasien dalam kondisi gawat dan
Klien minta kepada Dokter untuk merawatnya apapun terserah kepada tindakan
Dokter. Dalam hal ini perjanjian yang terjadi adalah Dokter akan melakukan
upaya semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien. Perjanjian
Klien-Dokter dalam kasus ini adalah termasuk kedalam “inspannings verbintenis”, yaitu Dokter menjajikan upaya yang
maksimal
Perjanjian semacam ini harus dinyatakan dalam suatu formulir
Tindakan Medik yang ditanda tangani oleh Klien dan Dokter Hewan ybs.
Untuk syahnya Perjanjian ini diperlukan hal-hal sbb
(tercantum dalam KUHP(erdata) ps.1320,
- Kesepakatan masing-masing fihak.
Dokter dalam hal ini, memberikan informed
consent dalam bahasa yang mudah difahami oleh Klien, sampai
sejelas-jelasnya. Isi informed
consent adalah: adanya indikasi medik, prosedur melakukannya (lege artis), resiko yang mungkin
terjadi, manfaat tindakan tsb, alternatif
tindakan (apabila dalam pelaksanaan tindakan terjadi sesuatu peristiwa
yang memerlukan tindakan lain, karena mungkin terjadi resiko bila tindakan
tsb tidak dilakukan), dan biaya tindakan-tindakan medik tsb
- Kecakapan membuat perjanjian.
Perjanjian ini harus ditandatangani sendiri oleh Klien yang bertanggung
jawab, telah dewasa, dalam keadaan sadar, bukan oleh suruhannya (dalam
praktek Dokter Hewan sp Hewan Kesayangan/Kecil, bukan tidak jarang yang
disuruh adalah pembantunya)
Dalam informed consent,
Dokter sudah harus menjelaskan perihal hak-hak Klien sbb: memilih Dokter,
menolak tindakan medik tsb, menolak perawatan/pengobatan, memilih sarana
kesehatan/pengobatan (ruang VIP, biasa), menghentikan perawatan/pengobatan
(dalam kondisi kritis), second opinion.
Sedangkan kewajiban Klien adalah: mentaati
ketentuan/peraturan klinik/RS tsb seperti jam kunjungan pasien, menunggu
pasien, menjaga kebersihan, dll, serta membayar biaya-biaya perawatan
- STANDAR
PROFESI MEDIK
Dari uraian tsb diatas ternyata Dokter Hewan tidak hanya
memerlukan Pengetahuan & Teknologi Kedokteran (knowledge), Keterampilan (skill)
dan Perilaku (Attitude) untuk me nunjang
keprofesionalannya, melainkan juga Pengetahuan Hukum dan Perundangan yang dapat
mengenai dirinya ketika menjalankan pekerjaannya, karena Dokter Hewan adalah
juga Subjek Hukum.
Oleh karena Ilmu Pengetahuan & Teknologi Kedokteran Hewan
terus berkembang, maka termasuk kedalam Standar Profesi Medik adalah kewajiban
untuk mengikuti perkembangan Ilmu & Teknologi Kedokteran Hewan baik melalui
bacaan (literature) maupun seminar / symposium/workshop, dll. Membuat Rekam
Medik (Medical Record) yang baik
sistematis dan lengkap adalah termasuk kedalam Standar Profesi Medik, karena
mungkin MR merupakan alat bukti tertulis.
- MALAPRAKTEK
Hubungan Dokter-Klien (lihat ad. 12) dimulai dengan
terjadinya “transaksi” (perjanjian). Dalam hal ini malapraktek dapat dilihat
dari aspek:
- Salah satu fihak melakukan
ingkar janji (wanprestasi). Karena RSH atau Pemilik / Penanggung jawab
juga merupakan Subjek Hukum, maka yang melakukan ingkar janji bisa juga
fihak RSH/Pemilik Klinik Bersama tsb, misalnya tidak menyediakan sarana
kedokteran yang baik. Dokter dapat melakukan wanprestasi bila
tidak/terlambat/salah melakukan apa yang telah diperjanjikan.
- Dalam melakukan tindakan medik,
Dokter menyimpang dari Standar Profesi Medik, salah melakukan
(disengaja/tidak disengaja), tindakannya mengakibatkan kerugian
(materiel/nonmaterial/cacat).
- Dokter lalai dalam melakukan tindakan, misalnya paskaoperasi pasien
harus diinfuse, sudah ditulis dalam medical
record dan sudah memberikan instruksi. Tetapi ternyata hal itu tidak /belum
dilakukan. Dalam hal ini Dokter lalai
tidak melakukan control
Indonesia adalah Negara Hukum yang menerapkan “rule of law”, prinsipnya adalah praduga
tidak bersalah (presumption of innocence).
KUHAP ps. 66 menyatakan bahwa tergugat harus dianggap tidak bersalah sebelum
dapat dibuktikan kesalahannya. Penggugat lebih dibebani kewajiban pembuktian.
Dalam Hukum Perdata kedudukan Tergugat dan Penggugat adalah sejajar, jadi yang
bersengketa masing-masing mempunyai kewajiban pembuktian
- PENUTUP
Alhamdulillah terima kasih atas ilmu dan sharingnya dokter, semoga dr hewan di Indonesia lebih bisa aware mengenai kasus kasus yg ditangani terkait dengan
BalasHapusjalur hukum