Rabu, 21 September 2016

ADAKAH HUKUM KEDOKTERAN VETERINER ?

Oleh:   Drh  Dharmojono, DVM
  1. PENDAHULUAN
Di Indonesia Dokter Hewan dihasilkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan. Adakah di FKH mata kuliah mengenai Hukum Kedokteran Hewan/Veteriner (HKH) ?. Mestinya HKH dimasukkan kedalam Kelompok Humaniora dan disatukan dengan ETIKA KEDOKTERAN HEWAN, yaitu materi yang berhubungan dengan perilaku profesi yang dijiwai oleh prinsip-prinsip humaniora sebagai landasan utama dalam pelaksanaan pelayanan medik. HKH merupakan bagian dari Hukum Kesehatan dan pasti bersinggungan erat dengan bidang-bidang hukum lainnya seperti : Hukum Laboratorium, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Lingkungan, dll. HKH hanya berlaku bagi Dokter Hewan Indonesia angota PDHI yang melakukan profesi sebagai Pelayan Medik Veteriner.
  1. SUBJEK HUKUM DIDALAM HKH
Inti Hukum Kedokteran Umum (Manusia), yaitu hubungan hukum antara Dokter dengan Pasien, yang masing-masing fihak harus mengetahui hak & kewajibannya. Apabila Dokter tidak melakukan peran hak & kewajibannya, maka dianggap malpraktek. Jadi didalam Hukum Kedokteran Umum, Dokter dan Pasien adalah merupakan Subjek Hukum. Dokter pada umumnya bekerja di Rumah Sakit dan RS adalah Badan Hukum (bisa berupa Yayasan, PT, dll) jadi Pemilik RS atau Badan Hukumnya juga adalah Subjek Hukum
Didalam Kedokteran Hewan ada Dokter Hewan-Pasien-Pemilik, dalam hal ini pasien (hewan) adalah mahluk pasif, jadi yang menjadi Subjek Hukum adalah Dokter Hewan dan Pemilik Hewan mempunyai Hak & Kewajiban. Dengan adanya Rumah Sakit Hewan (RSH), Kelompok Praktek Bersama (KPB) yang juga mungkin merupakan Badan Hukum, maka Pemilik RSH atau Penanggung Jawab KPB juga menjadi Subjek Hukum
Tetapi baik Dokter (Manusia) maupun Dokter Hewan yang bekerja di RS maupun KPB juga diwajibkan memiliki Izin Praktek, jadi masing-masing Dokter adalah juga Subjek Hukum
  1. OTORITAS DOKTER
Selesai kuliah di FKH ditandai dengan diberikannya Sertifikat Dokter Hewan, dalam suatu Upacara Wisuda dan lulusan mengucapkan Sumpah/Janji. Pemegang Sertifikat ini  memiliki hak memakai gelar Dokter Hewan, tetapi Sertifikat ini bukanlah Sertifikat Kompetensi. Dokter Hewan baru boleh melakukan profesinya sebagai Pelayan Medik Veteriner, apabila telah mempunyai Izin Praktek (IP). IP adalah dokumen tertulis (nyata) yang diberikan oleh pemegang Peraturan Perundangan (Pemerintah/Eksekutif) kepada para Dokter Hewan yang memiliki Sertifikat Kompetensi. Sertifikat/Ijazah Dokter Hewan hanyalah merupakan syarat utama untuk mengikuti Ujian Kompetensi Dokter Hewan. Kompetensi Profesi adalah kemampuan minimal untuk dapat melakukan pekerjaannya secara benar. Kompetensi pokok Dokter Hewan adalah: 1. Memeriksa Pasien, 2. Menegakkan Diagnosis, 3. Menyusun tatalaksana therapy.  Ketiga domain ini merupakan otoritas Dokter Hewan (yang memilikki IP), yaitu pekerjaan/kegiatan yang tidak boleh dilakukan/dialihkan kepada/ oleh orang lain.
  1. STANDAR KOMPETENSI
Profesi adalah suatu pekerjaan yang berlandasan kepada dikuasainya  1. Ilmu Pengetahuan (cognitive, knowledge), 2. Keterampilan (psikomotorik, skill), 3. Perilaku (Attitude) dan 4. Tanggung Jawab (responsibility). Salah satu ciri profesi adalah adanya Asosiasi Profesi (dalam hal Drh adalah PDHI). PDHI lah (melalui MP2KH bersama ONT ybs) merumuskan Pokok-pokok Kompetensi Dokter Hewan, yang disebut dengan Standar Kompetensi Dokter Hewan. Standar Kompetensi Dokter Hewan ini, karena keikut sertaan Indonesia dalam GATS - AFTA, harus disyahkan oleh Eksekutif (dalam hal ini Kementerian Pertanian dan Kementerian Tenaga Kerja), menjadi Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (KDHI).
KDHI inilah sebagai dasar/bahan untuk mengukur apakah seorang Drh sudah kompeten atau belum kompeten dalam melakukan profesinya sebagai Pelayan Medik Veteriner. Untuk ini Drh yang ingin diakui kompetensinya harus secara aktif minta Ujian Kompetensi (UK). Didalam melaksanakan UK, PDHI membentuk suatu Badan khusus yaitu Lembaga Sertifikasi Kompetensi Dokter Hewan Indonesia (LSKDHI). LSKDHI ini membuat soal-soal untuk Ujian Kompetensi dan mengelola Penguji Praktek (PP), Bagian Administrasi/Pengelola dan Tempat Ujian Kompetensi (TUK) yang semuanya mempunyai kriteria tertentu.
Standar Kompetensi Medik Veteriner disusun berdasarkan prinsip-prinsip Etika Kedokteran Hewan, yaitu salah satu aspek Hukum dari permasalahan Etika Profesi, tujuan utamanya adalah menjalin suasana saling mempercayai  (antar Subjek Hukum) secara bermartabat.
  1. DISIPLIN  HUKUM
Yaitu ajaran tentang kenyataan atau realita hukum.  Pokok isinya adalah: 1.Renungan manusia tentang keberadaannya di Alam Semesta  dan 2. Cita-cita tentang bentuk manusia /masyarakat yang paling baik.  Adapun aspek Disiplin Hukum meliputi Ilmu Hukum, Ilmu Politik Hukum dan Ilmu Filsafat Hukum
Didalam Kedokteran Umum (manusia) hubungan Dokter dengan Pasien sadar atau tidak sadar terjadi hubungan “paternalistik”, dalam arti kedudukan Dokter lebih dominan dari pada Pasiennya. Pasien menaruh kepercayaan kepada Dokter karena keawamannya dalam ilmu dan teknologi kedokteran, percaya kepada kompetensi/profesi Dokter.
Untuk mengembangkan hak & kewajiban pasien, maka pasien perlu diberi peran dan mengerti ilmu pelayanan medik. Itulah sebabnya Ilmu Hukum Kedokteran Veteriner (Hewan) harus dipelajari oleh setiap tenaga medik, karena fungsi hukum adalah memberikan  1. Kepastian dan 2. Perlindungan, itulah juga sebabnya dalam melakukan pekerjaannya Pelayan Medik Veteriner, Dokter Hewan harus mempunyai Izin Praktek . Bagi Dokter Hewan arti Izin Praktek adalah legalisasi dan pelimpahan otoritas serta ketenangan melakukan hak & kewajibannya dan bagi Pasien/Klien adalah kepercayaan.
  1. PELAYANAN KEDOKTERAN
Pelayanan Kedokteran meliputi : 1. Pelayanan Medik, yaitu yang menyangkut kepentingan pasien langsung, meliputi upaya pencegahan (preventif), pengobatan/penyembuhan (kuratif), peningkatan (promotif) dan pemulihan (rehabilitatif), 2. Pelayanan Kesehatan Masyarakat/Lingkungan.
Dokter Hewan Praktisi adalah Subjek Hukum Publik dalam menjaga kepentingan umum (lingkungan) dan kepentingan individu (privat). Dokter Hewan Praktisi adalah Subjek Hukum Publik karena menawarkan Pelayanan Medik Veteriner kepada umum/masyarakat (lewat Iklan, Internet, Brosur, Papan Nama & Praktek, dll), maka apabila datang Pasien (klien) akan terjadi transaksi (meskipun tidak disadari) antara Dokter Hewan dengan Klien/Pasien. Didalam Kedokteran Umum (manusia) transaksi terjadi antara Dokter dengan Pasien, dalam Kedokteran Hewan, transaksi terjadi antara Dokter Hewan dengan Klien/Pemilik Hewan, pasiennya (hewan) sendiri dalam keadaan pasif. Transaksi Dokter Hewan-Klien-Pasien menimbulkan Hak dan Kewajiban/tanggung jawab  masing-masing fihak . Tanggung jawab tsb timbul sebagai akibat adanya : 1. Pelaksanaan suatu transaksi, 2. Pelaksanaan suatu perundangan, 3. Perbuatan yang mungkin melanggar hukum. Perbuatan melanggar hukum ini dapat disebabkan oleh perbuatan sendiri (disengaja maupun tidak disengaja), oleh perbuatan orang lain tetapi masih dalam tanggung jawabnya dan karena kejadian lainnya (misalnya anjing menggigit). Menurut cara mempertahankannya Hak & Kewajiban dapat melalui Hukum Materiel (KUHP) atau Hukum Acara/formil (KUHAP)
  1. PERKARA  HUKUM
Ada 2 macam Perkara Hukum yang perlu difahami oleh para Subjek Hukum, yaitu
  1. Perkara Hukum Pidana, dalam Perkara Hukum Pidana ada Terdawa, Pengacara (yang membela/memberi nasehat kepada terdakwa), ada Jaksa Penuntut dan Hakim yang aktif. Masing-masing fihak mempunyai ranah sendiri-sendiri. Dalam Perkara Hukum Pidana tidak ada pencabutan perkara, perkara harus berjalan terus menurut Hukum Positif.  Dibidang praktek Kedokteran (Hewan) jarang sekali ada dalam Perkara Hukum Pidana
  2. Perkara Hukum Perdata, perkara ini didahului dengan adanya gugatan dari fihak yang dirugikan. Perkara yang dihadapi oleh Dokter Praktisi umumnya Perkara Hukum Perdata ini. Didalam Perkara Perdata tidak ada Jaksa Penuntut Umum, yang ada adalah Fihak Penggugat dan Fihak Tergugat. Masing-masing  fihak yang berperkara dapat diwakilkan kepada pengacaranya masing-masing. Dalam Perkara Perdata umumnya Hakim adalah pasif, yang aktif adalah Penggugat (boleh melalui pengacaranya) dan tergugat (juga boleh melalui pengacaranya). Perkara Hukum Perdata dapat dicabut (tidak sampai ke pengadilan) oleh Pihak Penggugat dengan syarat-syarat tertentu yang disetujui kedua belah fihak. Dokter Hewan Praktisi adakalanya terlibat dalam Perkara Hukum Perdata, baik di “tarik” oleh si penggugat maupun oleh si tergugat, misalnya Anjing klien Dokter Hewan tsb menggigit orang, fihak tergugat maupun penggugat sama-sama ingin Dokter Hewan difihaknya. Dalam hal demikian Dokter Hewan haruslah bertindak professional berdasarkan kompetensinya. Dokter Hewan dapat diminta sebagai Saksi Ahli.
  1. HAK  AZAZI
Manusia mempunyai HAM karena mereka adalah manusia. HAM ini tidak diberikan oleh apa atau siapa karena “the nature” nya memang harus sudah memiliki (the natural rights). HAM tsb adalah :  hak sama derajat, hak untuk hidup, hak kebebasan dan hak milik. Beda dengan Hak Azazi Hewan (HAH) adalah diberikan/diupayakan oleh manusia karena kesadarannya bahwa hewan adalah sahabat manusia sama-sama penghuni planet bumi.  HAH tsb adalah : bebas dari haus dan kelaparan (freedom from hunger and thirsty), bebas dari nyeri (freedom from pain), bebas dari penyalah gunaan (freedom from misuse) dan bebas dari penyakit (freedom from diseases), siapa yang paling depan menghadapi masalah HAH ? Maka Kewajiban dari Dokter Hewan meliputi juga untuk menjaga dan memperjuangkan HAH tsb, sedangkan dalam HAM Dokter bukan profesi yang terdepan.
Didalam suatu Pengadilan diperlukan bukti nyata untuk membantu Hakim dan proses peradilan berupa visum at repretum dari Dokter, karena itu ada Ilmu Hukum Kedokteran Forensik dan Ilmu Kedokteran Kehakiman. Adakah Ilmu Kedokteran Forensik dalam Kedokteran Hewan ? Dalam kasus penyiksaan/pembantaian Orang Utan di Kalimantan baru-baru ini, adakah peran Kedokteran Forensik Hewan ?   

  1. HUKUM  KESEHATAN
Ranah Hukum Kesehatan lebih luas daripada Hukum Kedokteran, bahkan Hukum Kedokteran adalah bagian dari Hukum Kesehatan, yang meliputi :
  1. Hukum yang langsung berhubungan dengan permasalahan kesehatan individu / masyarakat, misalnya: wabah , zoonosis
  2. Hukum yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan, tetapi dapat dikenakan kepada kedokteran, misalnya KUHAP ps. 359: karena kelalaian menyebabkan kematian atau KUHP ps. 1365: mengganti kerugian karena kesalahan tindakan
  3. Hukum Administrasi, misalnya keharusan mempunyai Izin Praktek
  4. Hukum Universal (International), karena konvensi (misalnya Konvensi Helsinki, 1964), dan Jurisprudensi. Jurisprudensi dapat berupa Jurisprudensi konstan (Constante Jurisprudentie) dan Jurisprudensi  Mahkamah Agung (yang sering disebut Fatwa MA)
  5. Hukum Otonom, bersumber dari literatur, ilmu pengetahuan, dsb
  1. KELENGKAPAN ASOSIASI PROFESI
Hukum Kedokteran bagaimanapun bersangkutan dengan hukum-hukum lainnya. Hukum Kedokteran Hewan pasti akan berkaitan juga  dengan hukum yang menyangkut kesehatan lain nya, digambarkan sbb:
                                                                        Rumah Sakit

                                                BPOM                                      Farmasi

                                                              Hukum Kedokteran

                                    Pabrik Makanan & Minuman               Usaha Peternakan

Dari uraian diatas, oleh karena itu, Asosiasi Profesi yang makin mantap memerlukan ke lengkapan-kelengkapan berupa :
Majelis Kehormatan Perhimpunan, Majelis Disiplin Tenaga Kerja (di dalam Kementerian), Majelis Etika Kedokteran, yang khusus menyelesaikan urusan-urusan Etika Kedokteran yang mempunyai wewenang terhadap perilaku anggotanya a.l. : memberikan peringatan (lesan, tertulis), pemecatan (sementara, tetap), tetapi Majelis juga harus memberikan perlindungan dan pembelaan kepada anggotanya.
  1. POLA  HUBUNGAN  DOKTER-KLIEN (PASIEN)
Dalam Kedokteran Umum, manusia sebagai  anggota masyarakat memiliki hak perlindungan kesehatan (the right of health care) dan sebagai individu memiliki hak kesehatan individual (the right of self determination), oleh karena itu pasien (manusia) mempunyai hak dirahasiakan menyangkut kondisi kesehatannya. Adakah dalam Kedokteran Hewan ada hak kerahasiakan ? Perlukan Dokter Hewan merahasiakan kondisi pasiennya kepada pemiliknya atau kepada orang lain ? Bukankah justru klien perlu diinformasikan mengenai keadaan hewan miliknya ? Lalu informed consent untuk aspek yang mana ?
Pola hubungan Dokter Hewan dengan Klien, oleh karenanya dapat
  1. Activity – Passivity, pasien Dokter manusia mungkin dalam keadaan gawat darurat atau tidak sadar sehingga terjadi hubungan activity (Dokter) dan Passivity (pasien). Dalam Kedokteran Hewan ada keadaan pasien gawat darurat atau tidak sadar, tetapi klien selalu dalam keadaan sadar, sehingga dalam Kedokteran Hewan tidak ada hubungan activity-passivity.
  2. Guidance – Cooperation,  Dokter Hewan sebagai pihak yang melakukan tindakan medik dan klien yang melakukan perawatan (dirumah) harus terjadi kerja sama demi ke sembuhan pasien. Klien harus mengikuti petunjuk-petunjuk Dokter Hewan
  3. Mutual Participation, Dokter Hewan mempunyai hak & kewajiban demikian pula klien mempunyai hak & kewajiban yang sama-sama bermartabat
  1. PERJANJIAN ANTARA DOKTER HEWAN DENGAN PASIEN (KLIEN)
Ketika Klien bersama hewan miliknya (pasien) datang berkonsultasi, sebenarnya saat itu sedang dalam proses membuat perjanjian. Tergantung kepada kasus dan kondisi pasien, mungkin Perjanjian akan terjadi sbb:
  1. Kondisi Pasien baik dan keperluan Klien dengan hewannya adalah untuk sterilisasi. Perjanjian yang terjadi pada kasus ini adalah Perjanjian berdasarkan Hasil Kerja Dokter yang termasuk kedalam “resultaats verbintenis”. Dokter menjajikan hasil kerjanya yaitu operasi sterilisasi
  2. Pasien dalam kondisi gawat dan Klien minta kepada Dokter untuk merawatnya apapun terserah kepada tindakan Dokter. Dalam hal ini perjanjian yang terjadi adalah Dokter akan melakukan upaya semaksimal mungkin untuk menyembuhkan pasien. Perjanjian Klien-Dokter dalam kasus ini adalah termasuk kedalam “inspannings verbintenis”, yaitu Dokter menjajikan upaya yang maksimal
Perjanjian semacam ini harus dinyatakan dalam suatu formulir Tindakan Medik yang ditanda tangani oleh Klien dan Dokter Hewan ybs.
Untuk syahnya Perjanjian ini diperlukan hal-hal sbb (tercantum dalam KUHP(erdata) ps.1320,
  1. Kesepakatan masing-masing fihak. Dokter dalam hal ini, memberikan informed consent dalam bahasa yang mudah difahami oleh Klien, sampai sejelas-jelasnya. Isi informed consent adalah: adanya indikasi medik, prosedur melakukannya (lege artis), resiko yang mungkin terjadi, manfaat  tindakan tsb, alternatif tindakan (apabila dalam pelaksanaan tindakan terjadi sesuatu peristiwa yang memerlukan tindakan lain, karena mungkin terjadi resiko bila tindakan tsb tidak dilakukan), dan biaya tindakan-tindakan medik tsb
  2. Kecakapan membuat perjanjian. Perjanjian ini harus ditandatangani sendiri oleh Klien yang bertanggung jawab, telah dewasa, dalam keadaan sadar, bukan oleh suruhannya (dalam praktek Dokter Hewan sp Hewan Kesayangan/Kecil, bukan tidak jarang yang disuruh adalah pembantunya)
Dalam informed consent, Dokter sudah harus menjelaskan perihal hak-hak Klien sbb: memilih Dokter, menolak tindakan medik tsb, menolak perawatan/pengobatan, memilih sarana kesehatan/pengobatan (ruang VIP, biasa), menghentikan perawatan/pengobatan (dalam kondisi kritis), second opinion.
Sedangkan kewajiban Klien adalah: mentaati ketentuan/peraturan klinik/RS tsb seperti jam kunjungan pasien, menunggu pasien, menjaga kebersihan, dll, serta membayar biaya-biaya perawatan
  1. STANDAR  PROFESI  MEDIK
Dari uraian tsb diatas ternyata Dokter Hewan tidak hanya memerlukan Pengetahuan & Teknologi Kedokteran (knowledge), Keterampilan (skill) dan Perilaku (Attitude) untuk me nunjang keprofesionalannya, melainkan juga Pengetahuan Hukum dan Perundangan yang dapat mengenai dirinya ketika menjalankan pekerjaannya, karena Dokter Hewan adalah juga Subjek Hukum.
Oleh karena Ilmu Pengetahuan & Teknologi Kedokteran Hewan terus berkembang, maka termasuk kedalam Standar Profesi Medik adalah kewajiban untuk mengikuti perkembangan Ilmu & Teknologi Kedokteran Hewan baik melalui bacaan (literature) maupun seminar / symposium/workshop, dll. Membuat Rekam Medik (Medical Record) yang baik sistematis dan lengkap adalah termasuk kedalam Standar Profesi Medik, karena mungkin MR merupakan alat bukti tertulis.
  1. MALAPRAKTEK
Hubungan Dokter-Klien (lihat ad. 12) dimulai dengan terjadinya “transaksi” (perjanjian). Dalam hal ini malapraktek dapat dilihat dari aspek:
  1. Salah satu fihak melakukan ingkar janji (wanprestasi). Karena RSH atau Pemilik / Penanggung jawab juga merupakan Subjek Hukum, maka yang melakukan ingkar janji bisa juga fihak RSH/Pemilik Klinik Bersama tsb, misalnya tidak menyediakan sarana kedokteran yang baik. Dokter dapat melakukan wanprestasi bila tidak/terlambat/salah melakukan apa yang telah diperjanjikan.
  2. Dalam melakukan tindakan medik, Dokter menyimpang dari Standar Profesi Medik, salah melakukan (disengaja/tidak disengaja), tindakannya mengakibatkan kerugian (materiel/nonmaterial/cacat).
  3. Dokter lalai dalam melakukan tindakan, misalnya paskaoperasi pasien harus diinfuse, sudah ditulis dalam medical record dan sudah memberikan instruksi. Tetapi ternyata hal itu tidak /belum dilakukan. Dalam hal ini Dokter lalai tidak melakukan control
Indonesia adalah Negara Hukum yang menerapkan “rule of law”, prinsipnya adalah praduga tidak bersalah (presumption of innocence). KUHAP ps. 66 menyatakan bahwa tergugat harus dianggap tidak bersalah sebelum dapat dibuktikan kesalahannya. Penggugat lebih dibebani kewajiban pembuktian. Dalam Hukum Perdata kedudukan Tergugat dan Penggugat adalah sejajar, jadi yang bersengketa masing-masing mempunyai kewajiban pembuktian
  1. PENUTUP
Penulis naskah ini adalah Dokter Hewan Praktisi untuk Hewan Kecil yang tentu saja terkurung kepada hal-hal Pelayan Medik Hewan Kecil diruang praktek atau RSH. Bagi Dokter Hewan yang bergerak dibidang praktisi lainnya, apa yang diuraikan diatas mungkin sangat berlainan yang perlu penyesuaian-penyesuain, karena paradigma masing-masing juga berlainan.

1 komentar:

  1. Alhamdulillah terima kasih atas ilmu dan sharingnya dokter, semoga dr hewan di Indonesia lebih bisa aware mengenai kasus kasus yg ditangani terkait dengan
    jalur hukum

    BalasHapus