UNTUK
DRH JUNIORKU
Dari Drh. Dharmojono,
Jakarta
1. Drh dibekali untuk
berpola-fikir sistematis, objektif dan rasional (teknik memeriksa pasien), mengambil kesimpulan (diagnosis), memprediksi
kemungkinan2 lain (deferensial diagnosis), merencanakan tindakan (tatalaksana
therapy), memperkirakan apa yang akan terjadi (prognosis), kemudian memonitor
hasil (evaluasi, progres). Untuk kegiatan2 itu tidak dapat diacak karena
memiliki sistematika.
2.
Setiap langkah kegiatan itu dilandasi dengan dasar2 pengetahuan (knowledge, kognitif), keterampilan
(skill, psikomotorik) dan perilaku khusus (attitude, afektif), responsibility,
accountability
3. Sebelum menyandang
profesinya, Drh mengucapkan Sumpah/Janji
dan selama menjalankan profesinya Drh “dipagari” oleh Kode Etik yang dibuatnya sendiri (bukan oleh orang/profesi lainnya),
ini berarti Drh itu mempunyai kemandirian
sejak dini.
4. Kode Etik Drh itu berisi
nilai2 yang patut atau tidak patut dilakukan didalam pergaulan profesi, berupa
kewajiban kepada clients, kewajiban
kepada pasien, kewajiban kepada teman sejawat, kewajiban kepada organisasi dan kewajiban kepada diri sendiri.
5.
Dengan demikian Drh memiliki kompetensi2 yang khas dan metode
mela kukanyapun dijalankan dengan prosedur yang baku (standar). Berdasarkan
kepada kompetensi2 itulah Drh adalah
profesi yang dilindungi peraturan perundangan
6. Suatu profesi harus
dijalankan dengan perikaku professional
dan salah satu professionalism itu adalah menyadari bahwa Drh itu wajib
melakukan “lifelong education”, karena Ilmu Kedokteran
Hewan bersifat dinamis, inovatif
serta akomodatif kepada kemajuan
iptek modern. Drh hanya akan diakui oleh masyarakat dan mempunyai “bargain
position” bilamana berdasarkan ke profesionalan yang selalu up-date.
7. Kadar ke-profesional-an
itu tumbuh dari sifat “keingin tahuan” alias jiwa meneliti. Drh praktisi harus
juga memiliki jiwa peneliti, hendaklah rajin membuat dokumentasi sesederhana
sekalipun. Misalnya berapa % dari pasien anjing yang datang kekliniknya positif
ancylostomiasis, atau berapa % kucing yang datang kekliniknya mengandung mycosis
dan kasus2 lain lagi. Temuan tsb dapat dipresentasikan ke peer-group, itulah
pentingnya adanya Asosiasi profesi dalam fungsinya sebagai “peer group”. Aneh bila
presentasi ancylostomiasis atau mycosis di Indonesia dengan mengambil data2
luar negeri
8. Disamping itu perlu
dikemukakan disini, meskipun saat ini sudah ada equipment/alat bantu diagnosis
canggih (ECG, USG, MRI, Endoscope, dll), tetaplah harus dianggap itu adalah
data2 sekunder, karena alat2 bantu canggih tsb tidak memberikan data mis:
ekspresi wajah, bau, kwalitas suara, hasil rabaan dst, jadi sebagai data
primernya tetap yang diperoleh dengan “5 cara-pemeriksaan”, yaitu 1.
Pengamatan, 2. Pembauan & pendengaran, 3. Perabaan/palpasi/perkusi, 4. Interogasi/wawancara dan 5. Pengukuran
9. Hewan adalah mahluk
kecuali manusia dan tumbuh2an. Dengan berbekal pengetahuan, keterampilan dan
perilaku etis dan pola-fikir sistematis-rasional dengan di ”poles” disana sini
ketajamannya (spesialisasi), Drh
harus mampu berkarya dalam aspek2 yang diperlakukan bagi hewan apapun dan
dimanapun.
10. Sarana peraturan
perundangan serta struktur formal (pemerintahan) dapat saja hewan, dengan
segala potensi “human animal bond” nya, berada dimanapun tetapi penanganan
professional tetap pada profesi Drh. Ini berarti, Drh dapat berkarya dibawah
struktur manapun selama memerlukan kompetensi2 nya.
11. Meskipun misalnya saya
terampil menyuntik, mengerti daya kerja dan dosis obat, dapat menulis resp,
dll, saya tidak berwenang untuk mengobati manusia. Meskipun saya hafal/mempelajari
hukum perdata atau pidana,dll tetap saja saya tidak dapat menjadi jaksa atau
hakim yang harus mengadili perkara di sidang pengadilan, karena saya tidak
mempunyai kewenangan untuk melakukannya.
12. Oleh karena itu mungkin
banyak orang yang dapat menyuntik, mengerti obat, menulis resep, mudah
mendapatkan obat/vaksin, dapat melakukan embrio-transfer, dll, tetapi tidak
serta merta dapat menjadi Drh karena tidak mempunyai legetimasi kompetensi. Itulah sebabnya keselamatan profesi Drh
harus dilindungi dengan peraturan perundangan.
13. Semua kegiatan2 didalam
masyarakat di bidang kehewanan karenanya menjadi mitra-kerja Drh. Secara
proaktif hendaknya Drh berkarya dengan cara masuk kedalam system kegiatan
didalam masyarakat tersebut. Bukan zamannya lagi Drh menempatkan diri secara
eklusif di masyarakat (sering disebut Drh Salon)
14. Didalam “masyarakat
Kehewanan” itu Drh berkarya sebagai sumber informasi, fasilitator, ekstensi dan
agent
of development. Pengetahuan tradisional dan pengetahuan Kedokteran
Konvensional patut isi mengisi untuk mendapatkan klarifikasi, sehingga berhasil
guna yang maksimal bagi masyarakat.
15. Drh bukanlah jabatan
melainkan profesi. Kepala Dinas
bukanlah profesi melainkan jabatan.
Drh mengucapkan Sumpah/Janji Profesi yang berlaku langgeng, sedangkan Pejabat
mengucapkan Sumpah/Janji Jabatan yang sifatnya sementara (selama masih menjabat
saja). Misalnya: Surat Kesehatan Hewan dinyatakan oleh Drh yang memiliki Izin
Praktek/Berwenang, bukan oleh Kepala Dinas
16. Itu sebabnya Drh dapat
berada dimanapun instansi yang memerlukan profesi Drh, di KemTan, Kem
Kehutanan, Kem Perdagangan, Kem Kesehatan, Kem Kooperasi, ABRI, Industri
Makanan, dsb
17. Oleh karena itu, yang
diharapkan adalah : semua Teman Sejawat Drh dimanapun posisi dan tempatnya
harus masih terpanggil untuk membangun dan menyumbangkan kesempatan apapun yang
dimilikinya sebagai solidaritas
kepada korp nya, karena semua Drh
telah mengucapkan Sumpah/Janji ketika berhak menyandang gelar Drh
Denpasar, 21 Februari 2016
Drh. S. Dharmojono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar