Rabu, 21 September 2016

      UNTUK DRH JUNIORKU
Dari Drh. Dharmojono, Jakarta

1.     Drh dibekali untuk berpola-fikir sistematis, objektif dan rasional (teknik memeriksa pasien), mengambil kesimpulan (diagnosis), memprediksi kemungkinan2 lain (deferensial diagnosis), merencanakan tindakan (tatalaksana therapy), memperkirakan apa yang akan terjadi (prognosis), kemudian memonitor hasil (evaluasi, progres). Untuk kegiatan2 itu tidak dapat diacak karena memiliki sistematika.

2.    Setiap langkah kegiatan itu dilandasi dengan dasar2 pengetahuan (knowledge, kognitif), keterampilan (skill, psikomotorik) dan perilaku khusus (attitude, afektif), responsibility, accountability

3.    Sebelum menyandang profesinya, Drh mengucapkan Sumpah/Janji dan selama menjalankan profesinya Drh “dipagari” oleh Kode Etik yang dibuatnya sendiri (bukan oleh orang/profesi lainnya), ini berarti Drh itu mempunyai kemandirian sejak dini.

4.    Kode Etik Drh itu berisi nilai2 yang patut atau tidak patut dilakukan didalam pergaulan profesi, berupa kewajiban kepada clients, kewajiban kepada pasien, kewajiban kepada teman sejawat, kewajiban kepada organisasi dan kewajiban kepada diri sendiri.

5.  Dengan demikian Drh memiliki kompetensi2 yang khas dan metode mela kukanyapun dijalankan dengan prosedur yang baku (standar). Berdasarkan kepada kompetensi2 itulah Drh adalah profesi yang dilindungi peraturan perundangan

6.    Suatu profesi harus dijalankan dengan perikaku professional dan salah satu professionalism itu adalah menyadari bahwa Drh itu wajib melakukan “lifelong education”, karena Ilmu Kedokteran Hewan bersifat dinamis, inovatif serta akomodatif kepada kemajuan iptek modern. Drh hanya akan diakui oleh masyarakat dan mempunyai “bargain position bilamana berdasarkan ke profesionalan yang selalu  up-date.

7.    Kadar ke-profesional-an itu tumbuh dari sifat “keingin tahuan” alias jiwa meneliti. Drh praktisi harus juga memiliki jiwa peneliti, hendaklah rajin membuat dokumentasi sesederhana sekalipun. Misalnya berapa % dari pasien anjing yang datang kekliniknya positif ancylostomiasis, atau berapa % kucing yang datang kekliniknya mengandung mycosis dan kasus2 lain lagi. Temuan tsb dapat dipresentasikan ke peer-group, itulah pentingnya adanya Asosiasi profesi dalam fungsinya sebagai “peer group”. Aneh bila presentasi ancylostomiasis atau mycosis di Indonesia dengan mengambil data2 luar negeri

8.    Disamping itu perlu dikemukakan disini, meskipun saat ini sudah ada equipment/alat bantu diagnosis canggih (ECG, USG, MRI, Endoscope, dll), tetaplah harus dianggap itu adalah data2 sekunder, karena alat2 bantu canggih tsb tidak memberikan data mis: ekspresi wajah, bau, kwalitas suara, hasil rabaan dst, jadi sebagai data primernya tetap yang diperoleh dengan  “5 cara-pemeriksaan”, yaitu 1. Pengamatan, 2. Pembauan & pendengaran, 3. Perabaan/palpasi/perkusi, 4.  Interogasi/wawancara dan 5. Pengukuran

9.    Hewan adalah mahluk kecuali manusia dan tumbuh2an. Dengan berbekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku etis dan pola-fikir sistematis-rasional dengan di ”poles” disana sini ketajamannya (spesialisasi), Drh harus mampu berkarya dalam aspek2 yang diperlakukan bagi hewan apapun dan dimanapun.

10. Sarana peraturan perundangan serta struktur formal (pemerintahan) dapat saja hewan, dengan segala potensi “human animal bond” nya, berada dimanapun tetapi penanganan professional tetap pada profesi Drh. Ini berarti, Drh dapat berkarya dibawah struktur manapun selama memerlukan kompetensi2 nya.

11.  Meskipun misalnya saya terampil menyuntik, mengerti daya kerja dan dosis obat, dapat menulis resp, dll, saya tidak berwenang untuk mengobati manusia. Meskipun saya hafal/mempelajari hukum perdata atau pidana,dll tetap saja saya tidak dapat menjadi jaksa atau hakim yang harus mengadili perkara di sidang pengadilan, karena saya tidak mempunyai kewenangan untuk melakukannya.

12. Oleh karena itu mungkin banyak orang yang dapat menyuntik, mengerti obat, menulis resep, mudah mendapatkan obat/vaksin, dapat melakukan embrio-transfer, dll, tetapi tidak serta merta dapat menjadi Drh karena tidak mempunyai legetimasi kompetensi. Itulah sebabnya keselamatan profesi Drh harus dilindungi dengan peraturan perundangan.

13. Semua kegiatan2 didalam masyarakat di bidang kehewanan karenanya menjadi mitra-kerja Drh. Secara proaktif hendaknya Drh berkarya dengan cara masuk kedalam system kegiatan didalam masyarakat tersebut. Bukan zamannya lagi Drh menempatkan diri secara eklusif di masyarakat (sering disebut Drh Salon)

14. Didalam “masyarakat Kehewanan” itu Drh berkarya sebagai sumber informasi, fasilitator, ekstensi dan agent of development. Pengetahuan tradisional dan pengetahuan Kedokteran Konvensional patut isi mengisi untuk mendapatkan klarifikasi, sehingga berhasil guna yang maksimal bagi masyarakat.

15. Drh bukanlah jabatan melainkan profesi. Kepala Dinas bukanlah profesi melainkan jabatan. Drh mengucapkan Sumpah/Janji Profesi yang berlaku langgeng, sedangkan Pejabat mengucapkan Sumpah/Janji Jabatan yang sifatnya sementara (selama masih menjabat saja). Misalnya: Surat Kesehatan Hewan dinyatakan oleh Drh yang memiliki Izin Praktek/Berwenang, bukan oleh Kepala Dinas

16. Itu sebabnya Drh dapat berada dimanapun instansi yang memerlukan profesi Drh, di KemTan, Kem Kehutanan, Kem Perdagangan, Kem Kesehatan, Kem Kooperasi, ABRI, Industri Makanan, dsb

17. Oleh karena itu, yang diharapkan adalah : semua Teman Sejawat Drh dimanapun posisi dan tempatnya harus masih terpanggil untuk membangun dan menyumbangkan kesempatan apapun yang dimilikinya sebagai solidaritas kepada korp nya, karena semua Drh telah mengucapkan Sumpah/Janji ketika berhak menyandang gelar Drh

Denpasar, 21 Februari 2016

Drh. S. Dharmojono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar