PENYAKIT RADANG OTAK (JEPANG)
(JAPANESE
ENCEPHALITIS)
Oleh:
Drh. S Dharmojono
PENDAHULUAN
Penderita Japanese Encephalitis (JE) pada manusia dijumpai pertama kali di
Jepang pada tahun 1871, meskipun virusnya baru berhasil diisolasi pada tahun
1933. Itulah sebabnya penyakit Radang Otak ini disebut Radang Otak Jepang atau
didunia internasional dikenal sebagai Japanese
Encephalitis (Hayashi, 1934).
Didunia Kedokteran hewan paling
sedikit terdapat 16 penyakit hewan penting yang dapat menyebabkan Encephalitis (Radang Otak). Dari 16
macam penyakit itu, ada 8 penyakit encephalitis
yang bersifat zoonotic, jadi dapat
menular dari hewaan kepada manusia. Penyakit Encephalitis yang bersifat zoonotic
tsb antara lain adalah Eastern Equine
Encephalomyelitis (E3), Western Equine Encephalomyelitis (WEE), Venezuelan
Equin Encephalomyelitis (VEE), Japanese Encephalitis (JE) Murray Valley
Encephalitis, (MVE), Equine Morbili
Virus (EMV), Loupin ill dan Rabies.
Kecuali Rabies dan JE, maka penyakit
zoonotic yang tsb diatas belum pernah
dilaporkan adanya di Indonesia. Tulisan ini hanya membahas JE saja. Meskipun di
Indonesia belum pernah dilaporkan adanya wabah JE, namun dari survey serologic
pada berbagai spesien hewan telah dapat dideteksi adanya virus JE tsb. Tulisan
ini diangkat kembali mengingat dalam praktek kedokteran hewan (kecil)
seringkali dijumpai penyakit dengan gejala-gejala encephalitis. Harap berhati-hati bagi Drh praktisi maupun
penyayang/pemilik hewan.
PENYEBAB
DAN EPIDEMIOLOGI
Penyebab JE adalah virus JE pada
ternak dan manusia, anggota kelompok Arbovirus,
genus Flavivirus, family Flaviviridae. Virus JE termasuk virus Ribonucleic Acid
(RNA) yang berselimut bahan lemak, karena itu virus ini tidak tahan
terhadap bahan yang mengandung pelarut lemak seperti Eter, chloroform, dll.
Dalam lingkungan basa (pH > 7-9), virus JE akan stabil. Di Papua New Guinea,
pernah dilaporkan ada kematian (manusia) yang disebabkan oleh JE, (1997). Dalam
lingkungan basa (pH > 7-9), virus JE akan stabil. Kasus dengan gejala
Ecephalitis di Indonesia cukup banyak, tetapi apakah ada yang disebabkan oleh
virus JE belum pernah dilaporkan. Di negara Papua New Guinea, pernah dilaporkan
ada kematian (manusia) yang disebabkan oleh JE, (1997), kemudian dinegara
tetangga lainnya yaitu Malaysia, pernah terjadi wabah JE dengan korban 70 orang
meninggal.
Karena babi dikira sebagai reservoir virus JE, maka ratusan ribu
ternak babi terpaksa dimusnakan untuk memutuskan siklus penularan virus JE
(1999). Menurut Olson et al (1985),
di Indonesia pernah diisolasi virus JE dari nyamuk Cx dalam bulan
Januari-Desember, sedangkan dalam bulan musim kemarau (Mei-Agustus) aktivitas
virus JE menurun mungkin disebabkan karena jumlah populasi nyamuk Cx menurun.
Perkiraan ini timbul karena dalam penelitian, nyamuk Cx tritaeniorhynchus yang mengandung virus JE hanya 1% saja,
sehingga disimpulkan bahwa jumlah nyamuk Cx berbanding lurus dengan terjadinya
kasus infeksi oleh virus JE. Makin banyak populasi nyamuk Cx akan semakin luas
penularan virus JE, baik dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Penelitian di Jepang, Filipina dan
Thailand menghasilkan kesimpulan yang sama, yaitu banyaknya kasus infeksi virus
JE berbanding lurus dengan jumlah populasi nyamuk Cx. Juga diketahui dari
penelitian itu bahwa qualitas air akan mempengaruhi populasi nyamuk Cx.
Penelitian JE pada hewan ternak di Indonesia belum banyak dibahas, namun
demikian survey serologic pada beberapa spesies ternak dibeberapa propinsi di
Indonesia telah dilakukan. Isolasi virus JE yang dilakukan di Jawa Barat
(September, 1972), ternyata ditemukan pula dalam tubuh Cx gelidus dan Cx tritaeniorhynchus.
PATOGENESIS
Virus JE ditularkan melalui vector nyamuk melalui gigitan. Virus ini
telah menyebar keseluruh dunia, termasuk Indonesia, yang dapat menyebabkan
timbulnya Encephalitis. JE pada manusia merupakan perjalanan terakhir dari
siklus penularannya (dead end),
karena viraemia pada manusia terjadi hanya beberapa jam saja, sehingga sulit
atau tidak sempat ditularkan kepada orang lain.
Di Malaysia (1999), didaerah
peternakan babi, berjangkit penyakit dengan gejala demam dan encephalitis,
dengan mortalitas sampai 48%, 111 orang menjadi korban dan meninggal. Dari
anamnesis diketahui bahwa koban-korban tsb sebelumnya telah berhubungan dengan
ternak babi. Pemerintah Malaysia pada waktu itu terpaksa mengambil tindakan stamping out ternak babi, karena mereka
diduga sebagai reservoir virus JE. Virus
JE dapat menyerang hewan dan manusia. Dari penelitian serologic pernah
ditemukan adanya antibody terhadap JE pada hewan-hewan kuda, kerbau, sapi,
kambing, domba, babi, unggas, anjing,
kelinci, monyet, tikus dan burung.
Virus JE paling banyak ditemukan pada peternakan babi. Di daerah dengan
populasi ternak babi sedikit, tetapi populasi ternak sapi dan kerbaunya banyak,
dijumpai juga virus JE tetapi tidak pada populasi manusianya, sehingga
disimpulkan bahwa tidak semua ternak hewan (sapi dan kerbau) bukan merupakan reservoir virus JE. Di
daerah dengan banyak burung liar, meskipun ternak babinya sedikit, ternyata
kasus JE tinggi, disimpulkan bahwa disamping ternak babi, burung liar juga
merupakan reservoir virus JE, sedangkan vector penyebarnya adalah nyamuk Culex (Cx), Aedes (Ae) dan Anopheles (An). Disamping nyamuk Cx, Ae dan An, virus telah pernah
diisolasi dari genus lain seperti : Armigeres
subalbavus, Mansonia annulifera, Mansonia bonnaedives, M .uniformis, Lasiohelea
taiwana dan Haemophy salis japonica. Namun dari semua bangsa nyamuk tsb,
yang paling berperan dalam penyebaran virus JE adalah nyamuk bangsa Cx.
Galur virus JE tertentu mampu
menembus placenta hingga dapat menyebabkan kematian janin atau mumifikasi
janin. Kasus-kasus tsb terjadi bila
infeksi virus JE pada usia kebuntingan 40-60 hari. Infeksi virus JE yang
terjadi pada usia kebuntingan >85 hari jarang menimbulkan kelainan.
Babi jantan yang terinfeksi oleh
virus JE, di dalam air-maninya dapat ditemukan virus JE, menyebabkan sel-sel spermatozoid mati atau rendah
mutunya, tidak dapat dipakai untuk program inseminasi buatan.
SIMPTOMATOLOGI
Penyakit JE tidak menunjukan gejala
klinik khas, sehingga sulit di diagnosis, meskipun kasus JE pada hewan tinggi. Viraemia (pada babi) terjadi selama 2-4
hari dan diikuti dengan terbentuknya zat antibody 1-4 minggu paska infeksi.
Gejala JE pada hewan juga berbeda dari JE pada manusia, tergantung kepada usia
dan spesies dan tentu saja kepada kondisi umum penderita.
Kanak-kanak lebih rawan terhadap
infeksi virus JE, dengan gejala gangguan syaraf. Pda umumnya gejala-gejala JE
adalah sbb:
1.
Pada
hewan, JE pada kuda dan keledai memperlihatkan gejala encephalitis, meskipun spesies hewan ini bukanlah reservoir virus
JE yang berarti dibandingkan dengan ternak babi. Pada spesies hewan lainnya
gejala encephalitis kurang nyata.
Pada ternak babi (dewasa) meskipun gejala klinik belum nampak, adanya infeksi
virus JE sudah dapat dideteksi melalui adanya antibody (serologic). Induk babi
yang sedang mengandung dan mendapat infeksi virus JE dapat mengalami keguguran,
lahir tetapi mati atau fetus mengalami mumifiksi didalam kandungan. Anak babi
yang dapat dilahirkannyapun umumnya sangat lemah dan memperlihatkan gejala
syaraf yang kemudian mati. Kadang didapatkan gejala hidrosefalus atau oedema
subkutan. Pada babi jantan kadang ditemukan adanya pembendungan didalam
testikel, pengerasan pada epididimus dan menurunnya libido
2.
Pada
ternak kambing, domba, sapi, kerbau dan unggas gejala klinik tidak nampak,
tetapi adanya antibody terhadap virus JE dapat dideteksi melalui uji serologic.
3.
Pada
manusia, infeksi virus JE kadang tidak memperlihatkan gejala klinik, meskipun antibody
sudah dapat dideteksi, mungkin karena strain virus yang menyerang manusia ini
patogenitasnya dan virulensinya rendah. Kanak-kanak berusia < 10 tahun lebih
rentan dibandingkan dengan orang dewasa dengan gejala demam tinggi mencapai 41
C, muntah, nyeri kepala dan gangguan mental. Gerakan syaraf motoric terganggu
berupa kelumpuhan, kejang dan kaku, demikian pula ada gangguan komunikasi,
pengertian, perasaan dan hiperaktivitas. Pada kasus yang berat timbul gangguan
kesadaran, koma dan berakhir dengan kematian. Mortalitas JE pada manusia
mencapai 20%. Bila dapat sembuh kadang meninggalkan cacat mental yang permanen.
DIAGNOSIS
Seperti telah
diutarakan dalam simptomtologi, gejala klinik saja tidak dapat diandalkan untuk
menegakkan diagnosis. Yang paling handal adalah pemeriksaan laboratoris,
patologi, histopatologi dan serologic (meliputi uji ELISA, inhibisi HI, serum
netralisasi, imunofluresensi, uji fiksasi komplemen) dan virologik. Pemeriksaan
virologik meliputi deteksi antigen virus JE dengan mengisolasi virusnya dari
sampel penderita. Uji virologik ini meliputi uji antibody fluoresensi, uji reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR).
Untuk upaya mengisolasi virus ini dapat dilakukan dari organ limpa, ginjal, otak,
cairan cerebro-spinal, darah periferi atau dari nyamuk yang diinokulasikan
kepada biakan kultur jaringan. Kajian-kajian data epidemiologic sangat membantu
dalam diagnosis JE, karena dari data ini akan diketahui apakah sesuatu daerah
merupakan daerah endemic atau bukan.
DIAGNOSIS
BANDING
Uji serologic seringkali
memberikan reaksi silang dengan virus dengue,
terutama dengan uji HI, uji fiksasi koplemen atau ELISA.
Kalau hal ini terjadi maka uji lanjutan yang lebih spesifik perlu
dilakukan.
Seperti telah
diutarakan terdahulu dalam wabah encephalitis yang terjadi di Malaysia (1999) dan
kemudian juga kasus yang sama dengan yang terjadi pada karyawan rumah
pemotongan hewan di Singapore (1999) yang disangka virus JE, ternyata setelah
dilakukan isolasi dengan teknik kultur jaringan, ada virus yang memiliki
kekerabatan dengan virus Hendra yang
pernah dilaporkan pada manusia dan kuda di Australia. Hendra adalah nama suatu daerah di Quensland, Australia tempat
terjadinya 1994 kasus gangguan pernafasan pada 20 ekor kuda dan 2 orang
manusia. Kemudian 13 ekor kuda itu mati dan seorang penderita mati juga. Dari
kasus ini dapat diisolasi virus yang kemudian dinamakan Equine Morbili Virus atau berdasarkan tempat kejadian disebut Virus Hendra.
PENGOBATAN
Penderita JE menurut
derajatnya ada yang dapat disembuhkan, tetapi bila sudah mengalami cacat fisik
akan menjadi permanen. Antibiotika tidak dapat menolong penyakit oleh sebab
virus, digunakan hanya untuk mencegah infeksi sekunder saja, yang biasanya oleh
infeksi ikutan seperti kuman pneumonia, infeksi saluran urogenetalia,
perdarahan.
Obat-obat yang dapat
diberikan adalah obat simptomatik sekedar meringankan dan mengurangi gejala
misalnya obat antipiretikum,, antikonvulsi, infus elektrolit, zat kebal (gamma globuline), interferon, atau kalau diperlukan kotikosteroid.. Penderita yang
juga mengalami sesak nafas tentu saja perlu oksigen. Penderita JE perlu rawat
inap di RS.
PENCEGAHAN
Pencegahan penyebaran
virus JE dapat dilakukan dengan pendekatan sbb:
1.
Tindakan
vaksinasi terhadap JE baik pada
ternak (babi) maupun pada manusia. Vaksinasi pertama (primovaksinasi) dilakukan
beberapa kali ulangan, kemudian booster vaksinasi dilakukan setiap 3 tahun, terutama pada karyawan di peternakan
babi dan warga yang tinggal disekitarnya. Vaksin yang dipakai adalah vaksin
rekombinan yang cukup aman (efek samping buruk yang minimal) dan efektif (dapat
memberikan perlindungan kuat).
Virus JE berselimut (envelope) bahan lemak, karena itu tidak
tahan terhadap bahan yang melarutkan lemak, seperti eter, kloroform, sodium
deoksikholat, enzim proteolitik/lipolitik. Virus JE juga sangat sensitive terhadap
deterjen, tripsin dan sinar matahari. Karena itu baik kalau dilingkungan yang
ada wabah dilakukan desinfektansia semua peralatan dengan bahan-bahan tsb
kemudian dijemur dibawah sinar matahari.
Virus JE juga akan mati pada suhu 56 C selama 30 menit atau dengan
penyinaran sinar violet, karena itu dianjurkan untuk memasak makanan sampai
masak benar (well done).
2.
Pembrantasan
nyamuk sebagai vector, dengan insektisida, larvasida dan predator. Patut
diingatkan pula, bahwa penggunaan insektisida atau larvasida dapat menyebabkan
resistensi dan pencemaran lingkungan. Pembrantasan vector seperti pembrantasan vector
demam berdarah (dengue) patut
dilakukan, yaitu:
·
Pemberian
abate didalam jembangan penyimpanan
air.
·
Penyemprotan
dengan insektisida dan pengasapan (fogging)
·
Pemakaian
obat tradisional yang karena berasal dari bahan alami, tidak membahayakan
lingkungan seperti pemakaian daun langsep (Lansium
domesticum), bawang merah (Alium cepa)
dan biji jarak (Ricinus comunis, Suwasono,
1997).
·
Musuh
hayati (predator) yang dapat dimanfaatkan adalah ikan coleoloptera, laba-laba, larva
Libellucidae, larva Toxorhinchites sp, Mesostoma sp, Labellula, Mesocyclop
aspercornis dan Romanomermis iyenngari (Suwasono, 1997).
·
Penyuluhan
agar masyarakat berperilaku hidup sehat dan bersih.
PERATURAN
DAN PERUNDANGAN
Semestinya melarang peternakan babi
didekat pemukiman. Laporkan bila ada ternak babi yang mengalami keguguran dan
segera didiagnosis. Memonitor dan surveilan dimana ada kasus gejala
encephalitis. Pelarangan lalu lintas hewan terutama ternak babi dari daerah
tercemar ke daerah lain. Ternak babi pada radius 5 km dari pusat kejadian
dieliminasi sedangkan didaerah selebihnya dilakukan vaksinasi, baik pada hewan
maupun manusia
KESEHATAN
MASYARAKAT
Kata kunci penyuluhan kepada
masyarakat adalah memutuskan siklus penularan yaitu pemusnahan virus-vektor-nyamuk-penderita.
Penderita disini baik manusia maupun hewan.
Vektor nyamuk ini makin menjadi
masalah kesehatan masyarakat karena justru di pemukiman yang padat makin banyak
populasi nyamuknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim : Merck’
Veterinary Manual, 7th ed, Merck co Inc, 1991
Darminto : Penyakit-penyakit zoonosis yang berkaitan dengn Encephalitis, BPV-PPP,
Bogor, 1999
French,
EL et al : Exotic Diseases of animals (Australian Gouv.Publ Service, Canberra,
1978
Indrawati
Sendow : Japanese Encephalitis dan dampak yang ditimbulkan (BPV-PPPP, Bogor
1999)
Pamungkas,
Joko : Wabah Hendra-Like Virus di Malaysia dan Singapore (Pusat studi Primata,
IPB Bogor, 1999).
Ressang,
AA : Patologi Khusus Veteriner (Ed-II, 1985)
Seddon,
H.R : Protozoan and Virus Diseases, part-4 (Comm of Australia, Dept of
Health,1996
Syamsul
Bahri : Sumbangan pemikiran dalam mengantisipasi kemungkinan masuknya wabah
penyakit yang diduga JE ke Indonesia (BPV-PPPP, Bogor, 1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar