Rabu, 28 September 2016

ZOONOSIS

 PENYAKIT RADANG OTAK (JEPANG)
(JAPANESE ENCEPHALITIS)

Oleh: Drh. S Dharmojono


PENDAHULUAN

Penderita Japanese Encephalitis (JE) pada manusia dijumpai pertama kali di Jepang pada tahun 1871, meskipun virusnya baru berhasil diisolasi pada tahun 1933. Itulah sebabnya penyakit Radang Otak ini disebut Radang Otak Jepang atau didunia internasional dikenal sebagai Japanese Encephalitis (Hayashi, 1934).
Didunia Kedokteran hewan paling sedikit terdapat 16 penyakit hewan penting yang dapat menyebabkan Encephalitis (Radang Otak). Dari 16 macam penyakit itu, ada 8 penyakit encephalitis yang bersifat zoonotic, jadi dapat menular dari hewaan kepada manusia. Penyakit Encephalitis yang bersifat zoonotic tsb antara lain adalah Eastern Equine Encephalomyelitis (E3), Western Equine Encephalomyelitis (WEE), Venezuelan Equin Encephalomyelitis (VEE), Japanese Encephalitis (JE) Murray Valley Encephalitis,  (MVE), Equine Morbili Virus (EMV), Loupin ill dan Rabies.
Kecuali Rabies dan JE, maka penyakit zoonotic yang tsb diatas belum pernah dilaporkan adanya di Indonesia. Tulisan ini hanya membahas JE saja. Meskipun di Indonesia belum pernah dilaporkan adanya wabah JE, namun dari survey serologic pada berbagai spesien hewan telah dapat dideteksi adanya virus JE tsb. Tulisan ini diangkat kembali mengingat dalam praktek kedokteran hewan (kecil) seringkali dijumpai penyakit dengan gejala-gejala encephalitis. Harap berhati-hati bagi Drh praktisi maupun penyayang/pemilik hewan.

PENYEBAB DAN EPIDEMIOLOGI

Penyebab JE adalah virus JE pada ternak dan manusia, anggota kelompok Arbovirus, genus Flavivirus, family Flaviviridae. Virus JE termasuk virus Ribonucleic Acid (RNA) yang berselimut bahan lemak, karena itu virus ini tidak tahan terhadap bahan yang mengandung pelarut lemak seperti Eter, chloroform, dll. Dalam lingkungan basa (pH > 7-9), virus JE akan stabil. Di Papua New Guinea, pernah dilaporkan ada kematian (manusia) yang disebabkan oleh JE, (1997). Dalam lingkungan basa (pH > 7-9), virus JE akan stabil. Kasus dengan gejala Ecephalitis di Indonesia cukup banyak, tetapi apakah ada yang disebabkan oleh virus JE belum pernah dilaporkan. Di negara Papua New Guinea, pernah dilaporkan ada kematian (manusia) yang disebabkan oleh JE, (1997), kemudian dinegara tetangga lainnya yaitu Malaysia, pernah terjadi wabah JE dengan korban 70 orang meninggal.
Karena babi dikira sebagai reservoir virus JE, maka ratusan ribu ternak babi terpaksa dimusnakan untuk memutuskan siklus penularan virus JE (1999). Menurut Olson et al (1985), di Indonesia pernah diisolasi virus JE dari nyamuk Cx dalam bulan Januari-Desember, sedangkan dalam bulan musim kemarau (Mei-Agustus) aktivitas virus JE menurun mungkin disebabkan karena jumlah populasi nyamuk Cx menurun. Perkiraan ini timbul karena dalam penelitian, nyamuk Cx tritaeniorhynchus yang mengandung virus JE hanya 1% saja, sehingga disimpulkan bahwa jumlah nyamuk Cx berbanding lurus dengan terjadinya kasus infeksi oleh virus JE. Makin banyak populasi nyamuk Cx akan semakin luas penularan virus JE, baik dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
Penelitian di Jepang, Filipina dan Thailand menghasilkan kesimpulan yang sama, yaitu banyaknya kasus infeksi virus JE berbanding lurus dengan jumlah populasi nyamuk Cx. Juga diketahui dari penelitian itu bahwa qualitas air akan mempengaruhi populasi nyamuk Cx. Penelitian JE pada hewan ternak di Indonesia belum banyak dibahas, namun demikian survey serologic pada beberapa spesies ternak dibeberapa propinsi di Indonesia telah dilakukan. Isolasi virus JE yang dilakukan di Jawa Barat (September, 1972), ternyata ditemukan pula dalam tubuh Cx gelidus dan Cx tritaeniorhynchus.

PATOGENESIS

Virus JE ditularkan melalui vector nyamuk melalui gigitan. Virus ini telah menyebar keseluruh dunia, termasuk Indonesia, yang dapat menyebabkan timbulnya Encephalitis. JE pada manusia merupakan perjalanan terakhir dari siklus penularannya (dead end), karena viraemia pada manusia terjadi hanya beberapa jam saja, sehingga sulit atau tidak sempat ditularkan kepada orang lain.
Di Malaysia (1999), didaerah peternakan babi, berjangkit penyakit dengan gejala demam dan encephalitis, dengan mortalitas sampai 48%, 111 orang menjadi korban dan meninggal. Dari anamnesis diketahui bahwa koban-korban tsb sebelumnya telah berhubungan dengan ternak babi. Pemerintah Malaysia pada waktu itu terpaksa mengambil tindakan stamping out ternak babi, karena mereka diduga sebagai reservoir virus JE. Virus JE dapat menyerang hewan dan manusia. Dari penelitian serologic pernah ditemukan adanya antibody terhadap JE pada hewan-hewan kuda, kerbau, sapi, kambing, domba, babi, unggas, anjing, kelinci, monyet, tikus dan burung. Virus JE paling banyak ditemukan pada peternakan babi. Di daerah dengan populasi ternak babi sedikit, tetapi populasi ternak sapi dan kerbaunya banyak, dijumpai juga virus JE tetapi tidak pada populasi manusianya, sehingga disimpulkan bahwa tidak semua ternak hewan (sapi dan kerbau) bukan merupakan reservoir virus JE. Di daerah dengan banyak burung liar, meskipun ternak babinya sedikit, ternyata kasus JE tinggi, disimpulkan bahwa disamping ternak babi, burung liar juga merupakan reservoir virus JE, sedangkan vector penyebarnya adalah nyamuk Culex (Cx), Aedes (Ae) dan Anopheles (An). Disamping nyamuk Cx, Ae dan An, virus telah pernah diisolasi dari genus lain seperti : Armigeres subalbavus, Mansonia annulifera, Mansonia bonnaedives, M .uniformis, Lasiohelea taiwana dan Haemophy salis japonica. Namun dari semua bangsa nyamuk tsb, yang paling berperan dalam penyebaran virus JE adalah nyamuk bangsa Cx.
Galur virus JE tertentu mampu menembus placenta hingga dapat menyebabkan kematian janin atau mumifikasi janin. Kasus-kasus  tsb terjadi bila infeksi virus JE pada usia kebuntingan 40-60 hari. Infeksi virus JE yang terjadi pada usia kebuntingan >85 hari jarang menimbulkan kelainan.
Babi jantan yang terinfeksi oleh virus JE, di dalam air-maninya dapat ditemukan virus JE, menyebabkan sel-sel spermatozoid mati atau rendah mutunya, tidak dapat dipakai untuk program inseminasi buatan.

SIMPTOMATOLOGI

Penyakit JE tidak menunjukan gejala klinik khas, sehingga sulit di diagnosis, meskipun kasus JE pada hewan tinggi. Viraemia (pada babi) terjadi selama 2-4 hari dan diikuti dengan terbentuknya zat antibody 1-4 minggu paska infeksi. Gejala JE pada hewan juga berbeda dari JE pada manusia, tergantung kepada usia dan spesies dan tentu saja kepada kondisi umum penderita.
Kanak-kanak lebih rawan terhadap infeksi virus JE, dengan gejala gangguan syaraf. Pda umumnya gejala-gejala JE adalah sbb:
1.       Pada hewan, JE pada kuda dan keledai memperlihatkan gejala encephalitis, meskipun spesies hewan ini bukanlah reservoir virus JE yang berarti dibandingkan dengan ternak babi. Pada spesies hewan lainnya gejala encephalitis kurang nyata. Pada ternak babi (dewasa) meskipun gejala klinik belum nampak, adanya infeksi virus JE sudah dapat dideteksi melalui adanya antibody (serologic). Induk babi yang sedang mengandung dan mendapat infeksi virus JE dapat mengalami keguguran, lahir tetapi mati atau fetus mengalami mumifiksi didalam kandungan. Anak babi yang dapat dilahirkannyapun umumnya sangat lemah dan memperlihatkan gejala syaraf yang kemudian mati. Kadang didapatkan gejala hidrosefalus atau oedema subkutan. Pada babi jantan kadang ditemukan adanya pembendungan didalam testikel, pengerasan pada epididimus dan menurunnya libido
2.       Pada ternak kambing, domba, sapi, kerbau dan unggas gejala klinik tidak nampak, tetapi adanya antibody terhadap virus JE dapat dideteksi melalui uji serologic.

3.       Pada manusia, infeksi virus JE kadang tidak memperlihatkan gejala klinik, meskipun antibody sudah dapat dideteksi, mungkin karena strain virus yang menyerang manusia ini patogenitasnya dan virulensinya rendah. Kanak-kanak berusia < 10 tahun lebih rentan dibandingkan dengan orang dewasa dengan gejala demam tinggi mencapai 41 C, muntah, nyeri kepala dan gangguan mental. Gerakan syaraf motoric terganggu berupa kelumpuhan, kejang dan kaku, demikian pula ada gangguan komunikasi, pengertian, perasaan dan hiperaktivitas. Pada kasus yang berat timbul gangguan kesadaran, koma dan berakhir dengan kematian. Mortalitas JE pada manusia mencapai 20%. Bila dapat sembuh kadang meninggalkan cacat mental yang permanen.

DIAGNOSIS

Seperti telah diutarakan dalam simptomtologi, gejala klinik saja tidak dapat diandalkan untuk menegakkan diagnosis. Yang paling handal adalah pemeriksaan laboratoris, patologi, histopatologi dan serologic (meliputi uji ELISA, inhibisi HI, serum netralisasi, imunofluresensi, uji fiksasi komplemen) dan virologik. Pemeriksaan virologik meliputi deteksi antigen virus JE dengan mengisolasi virusnya dari sampel penderita. Uji virologik ini meliputi uji antibody fluoresensi, uji reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Untuk upaya mengisolasi virus ini dapat dilakukan dari organ limpa, ginjal, otak, cairan cerebro-spinal, darah periferi atau dari nyamuk yang diinokulasikan kepada biakan kultur jaringan. Kajian-kajian data epidemiologic sangat membantu dalam diagnosis JE, karena dari data ini akan diketahui apakah sesuatu daerah merupakan daerah endemic atau bukan.

DIAGNOSIS BANDING

Uji serologic seringkali memberikan reaksi silang dengan virus dengue, terutama dengan uji HI, uji fiksasi koplemen  atau ELISA. Kalau hal ini terjadi maka uji lanjutan yang lebih spesifik perlu dilakukan.
Seperti telah diutarakan terdahulu dalam wabah encephalitis yang terjadi di Malaysia (1999) dan kemudian juga kasus yang sama dengan yang terjadi pada karyawan rumah pemotongan hewan di Singapore (1999) yang disangka virus JE, ternyata setelah dilakukan isolasi dengan teknik kultur jaringan, ada virus yang memiliki kekerabatan dengan virus Hendra yang pernah dilaporkan pada manusia dan kuda di Australia. Hendra adalah nama suatu daerah di Quensland, Australia tempat terjadinya 1994 kasus gangguan pernafasan pada 20 ekor kuda dan 2 orang manusia. Kemudian 13 ekor kuda itu mati dan seorang penderita mati juga. Dari kasus ini dapat diisolasi virus yang kemudian dinamakan Equine Morbili Virus atau berdasarkan tempat kejadian disebut Virus Hendra.

PENGOBATAN

Penderita JE menurut derajatnya ada yang dapat disembuhkan, tetapi bila sudah mengalami cacat fisik akan menjadi permanen. Antibiotika tidak dapat menolong penyakit oleh sebab virus, digunakan hanya untuk mencegah infeksi sekunder saja, yang biasanya oleh infeksi ikutan seperti kuman pneumonia, infeksi saluran urogenetalia, perdarahan.
Obat-obat yang dapat diberikan adalah obat simptomatik sekedar meringankan dan mengurangi gejala misalnya obat antipiretikum,, antikonvulsi, infus elektrolit, zat kebal (gamma globuline), interferon, atau kalau diperlukan kotikosteroid.. Penderita yang juga mengalami sesak nafas tentu saja perlu oksigen. Penderita JE perlu rawat inap di RS.

PENCEGAHAN

Pencegahan penyebaran virus JE dapat dilakukan dengan pendekatan sbb:
1.       Tindakan vaksinasi terhadap JE baik pada ternak (babi) maupun pada manusia. Vaksinasi pertama (primovaksinasi) dilakukan beberapa kali ulangan, kemudian booster vaksinasi dilakukan setiap 3  tahun, terutama pada karyawan di peternakan babi dan warga yang tinggal disekitarnya. Vaksin yang dipakai adalah vaksin rekombinan yang cukup aman (efek samping buruk yang minimal) dan efektif (dapat memberikan perlindungan kuat).
Virus JE berselimut (envelope) bahan lemak, karena itu tidak tahan terhadap bahan yang melarutkan lemak, seperti eter, kloroform, sodium deoksikholat, enzim proteolitik/lipolitik. Virus JE juga sangat sensitive terhadap deterjen, tripsin dan sinar matahari. Karena itu baik kalau dilingkungan yang ada wabah dilakukan desinfektansia semua peralatan dengan bahan-bahan tsb kemudian dijemur dibawah sinar matahari.
Virus JE juga akan mati pada suhu 56 C selama 30 menit atau dengan penyinaran sinar violet, karena itu dianjurkan untuk memasak makanan sampai masak benar (well done).

2.       Pembrantasan nyamuk sebagai vector, dengan insektisida, larvasida dan predator. Patut diingatkan pula, bahwa penggunaan insektisida atau larvasida dapat menyebabkan resistensi dan pencemaran lingkungan. Pembrantasan vector seperti pembrantasan vector demam berdarah (dengue) patut dilakukan, yaitu:

·         Pemberian abate didalam jembangan penyimpanan air.
·         Penyemprotan dengan insektisida dan pengasapan (fogging)
·         Pemakaian obat tradisional yang karena berasal dari bahan alami, tidak membahayakan lingkungan seperti pemakaian daun langsep (Lansium domesticum), bawang merah (Alium cepa) dan biji jarak (Ricinus comunis, Suwasono, 1997).
·         Musuh hayati (predator) yang dapat dimanfaatkan adalah ikan coleoloptera, laba-laba, larva Libellucidae, larva Toxorhinchites sp, Mesostoma sp, Labellula, Mesocyclop aspercornis dan Romanomermis iyenngari (Suwasono, 1997).
·         Penyuluhan agar masyarakat berperilaku hidup sehat dan bersih.

PERATURAN DAN PERUNDANGAN

Semestinya melarang peternakan babi didekat pemukiman. Laporkan bila ada ternak babi yang mengalami keguguran dan segera didiagnosis. Memonitor dan surveilan dimana ada kasus gejala encephalitis. Pelarangan lalu lintas hewan terutama ternak babi dari daerah tercemar ke daerah lain. Ternak babi pada radius 5 km dari pusat kejadian dieliminasi sedangkan didaerah selebihnya dilakukan vaksinasi, baik pada hewan maupun manusia

KESEHATAN MASYARAKAT

Kata kunci penyuluhan kepada masyarakat adalah memutuskan siklus penularan yaitu pemusnahan virus-vektor-nyamuk-penderita. Penderita disini baik manusia maupun hewan.
Vektor nyamuk ini makin menjadi masalah kesehatan masyarakat karena justru di pemukiman yang padat makin banyak populasi nyamuknya.



DAFTAR PUSTAKA

Anonim                       : Merck’ Veterinary Manual, 7th ed, Merck co Inc, 1991
Darminto                     : Penyakit-penyakit zoonosis yang berkaitan dengn Encephalitis, BPV-PPP, Bogor, 1999
French, EL et al            : Exotic Diseases of animals (Australian Gouv.Publ Service, Canberra, 1978
Indrawati Sendow         : Japanese Encephalitis dan dampak yang ditimbulkan (BPV-PPPP, Bogor 1999)
Pamungkas, Joko          : Wabah Hendra-Like Virus di Malaysia dan Singapore (Pusat studi Primata, IPB Bogor, 1999).
Ressang, AA                : Patologi Khusus Veteriner (Ed-II, 1985)
Seddon, H.R                 : Protozoan and Virus Diseases, part-4 (Comm of Australia, Dept of Health,1996
Syamsul Bahri              : Sumbangan pemikiran dalam mengantisipasi kemungkinan masuknya wabah penyakit yang diduga JE ke Indonesia (BPV-PPPP, Bogor, 1999)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar