Rabu, 19 Oktober 2016

RABBIT-III

OBAT YANG BIASA DIPERLUKAN PASIEN
KELINCI


Nama Obat                    Dosis                                       Indikasi

Cimetidine                      5-10 mg/kg tiap 6-12 jam         tukak lambung

Dexamethasone              0.5-2 mg/kg, proinjeksio           shock, anti radang

Dipyrone                         6-12 mg/kg tiap 8-12 jam         antipyretikum

Metoclopramide               0.2-0.5 mg/kg oral atau s.c       pengosongan Lam-
                                      Setiap 6-8 jam                          bung          

Oxytocin                         1-2 IU i.m                                 dystocia

Prednisone                      0.5-2 mg/kg peroral, im, sc       anti-radang



SISTEM MUSKULO-SKELETAL

Skeletal kelinci merupakan 8% saja dari berat badannya, kecil/tipis dan ringan, mungkin karena adaptasi alami, agar ringan dan cepat bergerak karena naluri lari menghindar dari predatornya, bandingkan dengan sekeletal kucing yang merupakan 13% dari berat tubuhnya. Fraktura pada kelinci paling (lihat lampiran, figure-16), sering terjadi karena trauma, meloncat, jatuh ketika digendong atau terperosok kedalam celah kandangnya. Mengelola kelainan skeletal pada kelinci sama dengan pada pasien kucing yang seukuran.

  1. KAKI PENGKOR (SPLAYLEG)

Kaki pengkor sering ditemukan dalam praktek diantara kelinci dalam proses perkembangan muskulo-skeletalnya. Kondisi ini sudah terlihat dalam usianya beberapa hari sampai beberapa minggu. Gejalanya adalah bahwa kaki (dapat hanya satu, dua atau keempat kaki sendinya) tidak dapat ditekukkan (lihat lampiran, figure-15).

Bila hanya kaki satu yang menderita dan client menghendakinya/menyetujui, maka Dokter Hewan dapat melakukan amputasi kaki tsb, karena tidak berfungsi dan justru akan mengganggu pergerakan dan hidupnya kelinci tsb dikemudian hari, sedangkan dengan amputasi satu kaki, kelinci dapat hidup normal dan bahagia. Kalau kondisinya sangat parah, Dokter Hewan dapat merekomendasikan untuk euthanasia saja.
Untuk upaya pencegahan agar kelainan tsb tidak berulang terjadi, karena adanya factor genetic, maka Dokter Hewan dapat menyarankan agar pen-derita splayleg tsb untuk disterilisasi atau tidak dibiakkan saja.

  1. FRAKTURA DAN LUXATIO

Yang sering terjadi adalah kondisi / kelainan muskulo-skeletal yang me nyebabkan paralysis posterior oleh sebab sekunder dari adanya fraktura atau luxatio pada tulang belakang (vertebrae). Fraktura atau luxatio vertebralis paling sering disebabkan oleh trauma fisik dari cara penanganan yang tidak benar atau dalam kandang yang kurang sempurna dan ketika kelinci muda dalam keadaan meronta karena ketakutan (lihat lampiran, figure-16)
Yang paling rawan terjadi fraktura/luxatio adalah pada pertautan os. Lumbo-sacralis. Untuk kepastian diagnosis diperlukan foto radiology. Penanganan kondisi demikian kalau tidak parah cukup diistirahatkan dan diberi cortico-steroid dosis rendah (mis: prednisolon 0,25-0,50 mg/kg peroral b.i.d. selama 3 hari), kemudian diteruskan dengan sekali sehari selama 3 hari dan kemudian setiap 2 hari sekali. Diajarkan kepada client, bila tidak dapat urinasi, supaya dilakukan massage manual pada kandung-kencingnya. Kondisi yang parah dapat disarankan dilakukannya euthanasia saja.
Fraktura pada kelinci dapat terjadi pada os.femur, os, tibia dan os. Hemerus. Fraktura seperti ini umumnya terturup jadi tidak perlu diberi antibiotika. Pada kejadian pada kelinci yang masih muda (kecil) perasat bedah sulit dilakukan, meskipun prosedurnya sama halnya dengan pada spesies lainnya. Koaptasi luar (external coaptation) adalah dengan cara sendi bagian proximal dan distal fraktura dapat diupayakan diimmobilisasi.
Teknik Fiksasi internal (internal fixation), seperti intramedullary spins, dapat dilakukan pada kelinci, sedangkan penggunaan piringan tulang (bone plate) tidak direkomendasikan karena bone-plate yang tipis tsb malahan kadang membuat masalah. Fiksasi luar (external fixation) dengan memodifikasi alat Kirschner yang terkenal dalam Avian Medicine dapat diterapkan untuk kelinci.

APARATUS RESPIRATORIUS

  1. Snuffles

Snuffles merupakan penyakit didalam ap. Respiratorius atas yang umum ditemukan pada pasien kelinci. Snuffles disebabkan terutama karena per-tumbuhan berlebihan dari Pasteurella multocida, yaitu baksil Gram-negatif didalam epithelium hidung. Penelitian melaporkan, bahwa umumnya kultur dari sample epithelium hidung 40-72% positif P. multocida, meskipun tidak menunjukan gejala klinik. Penularan P. multocida terjadi secara kontak langsung ataupun perinhalatio.
Masa incubasi P. Multocide adalah 2 minggu. Dalam percobaan dilabo-ratorium, penggunaan vaksin hidup (live attenuated vaccine) dapat mem-berikan proteksi lumayan, tetapi dilapangan ternyata vaksin demikian kurang berhasil, sehingga upaya vaksinasi terhadap P. multocide pada kelinci tidak dilakukan lagi.

Menghadapi penyakit snuffle merupakan tantangan karena:

-      obat yang sensitif dalam in vitro ternyata tidak selalu demikian pada keadaan in vivo. Kejadian P. multocida dapat terjadi kembali (relapse)
-      beberapa obat untuk mengatasi P. multocide, justru kadang menyebabkan enteropathy yang fatal bagi kelinci (lihat daftar obat kontra indikasi dan toxic untuk pasien kelinci).


OBAT YANG BERSIFAT TOXIC BAGI
KELINCI


                   Nama Obat                             Keterangan


                   Ampicilin                                   antibiotika berkaitan diare
                   Amoxicillin                                penyakit enteric
                   Cephalosporins                         s.d.a.
                   Clindamycin                              antibiotika berkaitan diare
                   Erythromycin                            penyakit enteric
                   Lincomycin                               antibiotika berkaitan diare
                   Penicillin                                   penyakit enteric
                   Procain                                     pada dosis 0,4 mg/kg
                   Tiletamine                                nephrotoxic

Hasil yang paling baik dan aman untuk mengatasi penyakit respiratoria yang disebabkan oleh P. multocida adalah dengan memberikan enrofloxacin dosis 5 mg/kg s.c atau peroral 2x sehari selama 14 hari, namun demikian dalam memberikan suntikan s.c dengan obat ini harus benar-benar steril karena sering terjadi abses ditempat suntikan. Pemberian enrofloxacin lewat air minumnya dengan dosis 200 mg/perliter air minum selama 14 hari memberikan hasil yang baik juga, tetapi ingat cara ini memungkinkan terjadinya relapse penyakit karena gastro-intestinal kelinci tidak sempurna dalam mengabsorbsi obat ini.
Antibiotika seperti Peniciline G, tetracycline dan chloramphenicol juga hanya memberikan kesembuhan partial saja. Apalagi apabila pemberian antibiotika tsb menyebabkan diare, maka pengobatan harus dihentikan dan pasien ha rus diberikan terapi suportif.
Pasien yang berhasil sembuh dari P. multocida kadang masih memperlihat kan gejala klinik, tetapi hal ini umumnya karena infeksi sekunder oleh Bordetella bronchiseptica bila ada interferensi dengan fungsi sel mukosilier (mucociliary cells).




  1. Pneumonic pateurellosis

Pateurellosis dapat menyebar keorgan tubuh lainnya melalui trachea atau peredaran darah. Ada kelinci yang menderita tortikolis, ternyata disebabkan oleh P. multocida melalui otitis media unilateralis (lihat lampiran, figure-19). Bila paru sudah terserang maka timbul gejala pneumonia fibrino purulen dan pleuritis. Abses didalam paru juga dapat berkembang kearah cranio-ventral dan menyebabkan mati “mendadak”



KEMUNGKINAN LEWATNYA PENYEBARAN P. MULTOCIDA
DAN PENYAKIT YANG DIAKIBATKANNYA


Tumbuh berlebih
P. multocida diepi-
thelium hidung



                                      Infeksi lewat saluran
                                      nasolakrimal                             konjunktivitis


                                      Infeksi lewat saluran
                                      Trachea                                    pneumonia


                                      Infeksi lewat tuba
                                      Eustachian                               otitis media


                                                                                      Otitis interna


                                                                                      Abses dalam otak



                                      Infeksi lewat pere-
                                      daran darah (septicaemia)         pneumonia


                                                                                      endocarditis


                                                                                      pyometra-endo
                                                                                      metritis


                                                                                      abses subkutan


P. multocida masuk lewat
Luka dikulit


Diagnosis ap. Respiratorius tentu saja harus diperkuat dengan auscultasi dan radiografi, diikuti dengan analisa darah untuk mendapatkan fakta2 CBC. Apabila membaca radiografi thorax perlu diingatkan, bahwa kelenjar thymus pada kelinci dewasa adalah besar mulai dari dasar jantung hingga ujung thorax (thoracic inlet). Dua lobus paru kiri normalnya sebesar 2/3 dari 4-lobus paru kanan.
Sebagaimana halnya dengan pasteurellosis ap. Respirasi atas, untuk me ngatasi keadaan ini dapat diberikan enrofloxacin dengan dosis 5 mg/kg s.c atau peroral b.i.d selama 14 hari.
Bila auscultasi menemukan suara wheezing dan terlihat adanya oedema, maka berikan furosemide dengan dosis 1-4 mg/kg i.v atau i.m setiap 4-6 jam.

Kondisi Opthalmik

Dengan instrumentalia seperti digunakan untuk hewan kecil (anjing dan kucing), maka kondisi cornea dan penyakit-penyakit intraocular dapat di periksa. Lakukan Schirmer tear testing, fluorescein dye examination dan untuk membuat kultur diambil conjunctival scraping, demikian juga untuk pemeriksaan cytologic. Untuk keperluan ini diperlukan aplikasi anesthetikum, tonometry dan terapi mydriatic dengan tropicamide atau kombinasi atropine 1% dengan phenylephrine 10% dengan perbandingan 1:1. Untuk opthalmoscopy tidak langsung digunakan lensa 28D, 30D atau pan-retinal lensa 2.2. Untuk mencegah terjadinya keracunan sistemik, gunakan sekecil mungkin jumlah bahan yang berupa anesthetikum atau mydriatic.

  1. Konjunktivitis, hypopyon dan abses retrobulbar

Kelainan-kelainan ophthalmic misalnya: konjunktivitis, hypopyon atau abses retrobulbar seringkali merupakan gejala ikutan dari infeksi pateurellosis. Menghadapi kasus demikian disarankan melakukan pemeriksaan kultur dan sensitivity untuk menemukan kemungkinan adanya mikro-organisme selain pasteurella.
Sambil menunggu hasil kultur dan sensitivity test, untuk tentative diagnosis dan terapi dapat dilakukan dengan memberikan kombinasi antibiotic topical maupun sistemik, yaitu enrofloxacin 5 mg/kg s.c atau peroral b.i.d selama 14 hari, atau berikan Procain Penicillin-G  40.000-60.000 IU/kg i.m atau s.c. s.i.d atau b.i.d selama 14 hari ditambah chloramphenicol ophthalmic atau ointment diaplikasikan 4X sehari.
Adakalanya conjunctivitis non-infeksi terjadi misalnya karena trauma, debu, berkelai atau oleh entropion baik primer atau sekunder (lihat lampiran, figure-17).
Conjunctivitis karena trauma perlu diberikan antibiotika topical dan pera-watan trauma tsb. Untuk mengatasi entropion diperlukan koreksi melalui perasat bedah.
Abses retrobulbar sulit disembuhkan. Bila dengan antibiotika baik topical maupun sistemik tidak berhasil, disarankan untuk melakukan operasi enucleation saja dengan tehnik seperti halnya pada kucing atau anjing, hanya saja pada kelinci ada orbital venous sinus yang besar, sehingga ketika melakukan insisi harus sangat berhati-hati.

  1. Epiphora

Epiphora tanpa disertai conjunctivitis atau kelainan mata lainnya biasanya disebabkan karena sumbatan di dalam saluran nasolacrimal (ductus naso-acrimalis) atau akibat sekunder dari conjunctivitis atau rhinitis.
Kelinci mempunyai celah/saluran kecil tunggal (single slitlike punctum) yang terletak inferior dari canthus medialis, sedangkan ductus naso-lacrimalis menyempit kemudian berubah arah kedua titik pada ductus tsb. Jadi adanya sumbatan dalam celah/saluran kecil tsb dapat ditiup atau disemprot dengan cairan fisiologik memakai spuit ukuran 23 ga atau kanula naso-lacrimal (naso-lacrimal cannule) atau intravenous kateter (lihat lampiran, figure 18) Melakukan kanulalisasi jangka lama sangat sulit malahan sampai tidak mungkin melalui saluran kecil tsb, sedangkan melakukan kanulalisasi terlalu sering justru mengiritasi saluran tsb yang mungkin mengakibatkan stenosis atau sumbatan permanent.


KELAINAN-KELAINAN NEUROLOGIC

  1. Torticolis

Torticolis disebut juga “head-tilt” biasanya disebabkan oleh kelanjutan proses infeksi P. multocida lewat ruang hidung (nasal cavity) kedalam bagian tengah (middle) atau bagian dalam telinga (inner ear) melalui Eustachian tube.
Perlu dipertimbangkan juga, meskipun sangat jarang, adalah listeriosis, encephalitozoonosis, migrasi ascarids atau kelanjutan dari investasi ear mites. Kelinci yang menderita otitis media atau otitis interna menimbulkan penebalan dari tympanic bullae yang dapat terlihat dari radiografi dan adanya pernanahan didalam ruangan tympanic (tympanic cavity). Bila yang terkena hanya unilateral maka kelihatan kepala kelinci penderita bengkok kearah bagian sisi yang menderita (lihat lampiran, figure 19). Terapi untuk kondisi seperti ini dilakukan seperti halnya pada infeksi P. multocide lainnya atau melakukan perasat bedah tympanic (tympanic bullae osteotomy). Terapi ini harus ditunjang dengan terapi supportif sampai pasien mampu makan dan minum sendiri.

  1. Paraplegia akut

Kasus ini umumnya terjadi oleh sebab trauma spinal atau fraktura vertebrae yang umumnya terjadi antara L6-L7, karena tempat ini merupakan titik fulcrum antara kelompok otot cranial mayor dan caudal yang sering meng-alami fraktura atau luxatio, termasuk ketika melakukan physical restraint. Prognosis kasus demikian tergantung kepada belum / sudah terjadinya kerusakan juga pada syaraf yang mengendalikan urinasi dan defikasi. Bila murni paraplegia akut tsb disebabkan karena trauma tanpa komplikasi, maka penanganannya cukup diistirahatkan (immobilized) saja dan diberikan prednisolon dengan dosis 0.25 mg/kg peroral b.i.d selama 5 hari.

PROBLEMA DERMATOLOGIK

  1. Abses

Abses subcutan sering terjadi dan jangan dilupakan, bahwa keadaan demikian dapat karena perjalanan pasteurellosis. Pruritus dan kemerahan sering terlihat atau adanya bisul bernanah kental / tebal (lihat lampiran figure-20). Abses dengan nanah kental (seperti kiju) tidak dapat diaspirasi, karenanya harus dilakukan insisi dan dikeluarkan nanah sampai bersih dan diberikan antibiotika selama 10-14 hari. Abses dibawah kulit yang tidak dapat dilakukan insisi, dapat dilakukan pencucian saja dengan larutan povidone-iodine dan berikan antibiotika selama 10-14 hari. Kecurigaan adanya infeksi oleh mikro-organisme lain diperlukan pemeriksaan kultur dan uji sensitivity.
Dari pengalaman praktek mikro-organisme penyebab abses mungkin: Staphylo-coccus aureus, Pseudomonas aeruginosa atau Fusobacterium necrophorum.

  1. Luka terbuka

Luka tertusuk yang terlambat dirawat dapat terkontaminasi oleh mikro-organisme menyebabkan dermatitits. Kelinci yang dikandangkan ditempat yang lantai dan dindingnya kasar/tajam sering melukai kelinci tsb apalagi bila kelinci terlalu gemuk karena terjadinya luka tekan (decubitus) atau pododermatitis. Paska anesthesia/sedasi dengan ketamin, biasanya kelinci menunjukkan perilaku self-mutilasi karena iritasi n. sciatica. Dalam hal demikian Elizabethian collar perlu dipasang pada leher pasien tsb.
Luka-luka biasanya terjadi karena lingkungan (kandang) dan managemen yang buruk.

  1. Ringworm

Musim ganti bulu (withers) atau ketika menjelang melahirkan, bulu kelinci rontoq dan terjadilah alopecia, hal demikian adalah normal. Tetapi alopecia  dapat pula terjadi oleh karena adanya abses, infeksi oleh jamur (ringworm) atau investasi oleh parasit.
Ringworm atau dermatophytosis pada kelinci paling banyak disebabkan oleh invasi Trichophyton mentagrophytes (pada outdoor pets) atau Microsporum canis (pada indoor pets). Ringworm pada kelinci biasanya kering, bersisik (scaly) dan pruritic dan terlihat sebagai patchy alopecia dikepala atau kaki.
Untuk diagnosis ringworm diperlukan preparat kerokan kulit (skin scraping) dengan KOH atau membuat kultur (lihat lampiran, figure-21), karena T. mentagrophytes tidak menunjukkan fluorescen dengan lampu Wood dan M. canis tidak konsisten dengan lampu Wood.
Terapi dilakukan dengan dipping setiap minggu dengan lime-sulfur atau topical dengan povidone-iodine seraya melakukan desinfeksi lingkungan. Pada infeksi jamur yang serius digunakan griseofulvin micronize dengan dosis 25 mg/kg peroral b.i.d selama 30 hari .

  1. Ektoparasit

Bagian muka (wajah) atau telinga kelinci seringkali kena invasi ektoparasit oleh mites (Psoroptes cuniculi). Psoroptes berwarna putih kekuningan dapat dilihat dengan mata telanjang atau menggunakan otoscope dalam saluran telinga luar (external ear canal) bercampur dengan eksudat berwarna karat besi (tan). lihat lampiran, figure 22.
Dapat membuat preparat mikroskopik dari swab exudates dalam mineral oil, mungkin dapat dilihat berbagai stadium perkembangan mites (lihat lampiran, figure 23 -24).
Terapi dilakukan dengan ivermectin larutan 10% dengan dosis 300-400 ug/kg diberikan s.c atau 0.5 ml diteteskan lewat ear canal masing-masing telinga. Tindakan demikian diulang setelah 14 hari. Alternatif tindakan dapat dilakukan dengan membuat lunak eksudat telinga dan bersihkan dengan mineral oil sekali sehari sampai 3 minggu, yaitu lama siklus hidupnya mites. Ikuti terapi tsb dengan pemberian thiabendazole-dexamethason-neomycin sulfate kedalam saluran telinganya.
Jaringan epithelium aural kelinci sangat halus dan sensitive, sehingga ketika membersihkan untuk pertama kali lebih baik dalam keadaan kelinci disedasi. Aplikasi topical bahan kortiko steroid ini diperlukan karena efek anti in-flamasinya. Sanitasi dan hygiene lingkungan kandang tentu saja sangat menunjang. Perlu diingat bahwa Sarcoptic mites masih dapat hidup diluar induk semang selama beberapa jam.
Dari preparat kerokan kulit dari wajah dan pinnae luar kelinci dari lesi yang berwarna karat (tan) dan bersisik paling sering ditemukan Sarcoptic (Sarcoptes scabiei) atau Notoedric mange (Notoedres cati), lihat lampiran figure 23 & 24).
Sebagai mana dalam spesies lainnya, Sarcoptes mites menyukai jaringan kulit yang dalam, hingga menyebabkan pruritus, alopecia sekunder, dermatitis dan infeksi bacteria sekunder. Ingatkan kepada client, bahwa mites ini adalah zoonotic.
Terapi dengan ivermectin cukup efektif atau dimandikan kedalam lime-sulfur (1: 40) seminggu sekali sampai 6X.
Bangsa mites lainnya yang kadang ditemukan pada kelinci adalah Cheyletiella sp yang dikenal sebagai “walking dandruff”. Gejala klinik terkena jenis mites ini sangat bervariasi karena dari tanpa gejala apapun sampai ada gejala inflamasi, bersisik (scaling) atau pruritus. Praktisi melaporkan bahwa Cheyletiella ditemukan 15-20% dari pasien kelinci yang dating konsultasi.
Diagnosis Cheyletiella ditegakan dengan ditemukannya secara mikroskopik dari preparat kerokan kulit atau transparent tape. Bentuk dewasa Cheyletiella seperti saddle (saddle-shape), sedangkan Sarcoptic atau Psoroptes lebih besar dan bentuknya bulat atau oval.

Membrantas mites dapat dilakukan melalui tindakan:

  • memandikan (dipping) kedalam lime-sulfur setiap minggu sampai 4-6 rawatan

  • ivermectin 1%, dosis 300-400 ug/kg s.c dan diulang setelah 3-5 minggu

  • berikan flea powder atau flea spray setiap hari

untuk sanitasi lingkungan dipakai powder carbaryl 5%. Cheyletiella adalah zoonosis dan dapat hidup diluar induk semang selama 10 hari.
Kelinci juga dapat terserang Myiasis oleh Cuterebra sp (warble flies) yang menimbulkan abses, dimana larvanya membuat sarang dikantong-kantong subcutan dan membuat terowongan-terowongan dibawah kulit dan menjadi fistula.
Gejala kliniknya : kelinci terlihat selalu menjilati bagian tubuh tertentu (bagian yang terinfeksi) dan ada rasa nyeri bila dipencet. Fistula harus dirawat sebagaimana fistula pada spesies lainnya. Untuk mencegah Myiasis, kandang kelinci dilapis dengan bahan anti nyamuk/lalat. Membrantas lalat pada kelinci lebih baik memakai anti-flea yang berbahan dasar air (water-based flea product) jangan yang berbahan dasar alcohol (alcohol based products)

















DAFTAR PUSTAKA


Dharmojono                             : Hewan Eksotik Kesayangan (Panebar Swadaya, Jakarta, 1998).

Edward J. Gentz, DVM               : Dealing with gastrointestinal, genitourinary and musculoskeletal problems in Rabbits (VetMed, April, 1995)

James W. Carpenter, DVM         : Caring for Rabbits, an overview and formulary (VetMed, April, 1995)

Lisa Harrenstien, DVM               : How to handle respiratory, ophthalmic, neurologic and dermatologic problems in Rabbits (VetMed, April 1991





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar