OBAT
YANG BIASA DIPERLUKAN PASIEN
KELINCI
Nama
Obat Dosis Indikasi
Cimetidine 5-10
mg/kg tiap 6-12 jam tukak lambung
Dexamethasone 0.5-2
mg/kg, proinjeksio shock, anti
radang
Dipyrone 6-12
mg/kg tiap 8-12 jam antipyretikum
Metoclopramide 0.2-0.5 mg/kg oral atau s.c pengosongan Lam-
Setiap
6-8 jam bung
Oxytocin 1-2
IU i.m dystocia
Prednisone 0.5-2
mg/kg peroral, im, sc anti-radang
SISTEM MUSKULO-SKELETAL
Skeletal kelinci merupakan 8% saja dari berat badannya, kecil/tipis
dan ringan, mungkin karena adaptasi alami, agar ringan dan cepat bergerak
karena naluri lari menghindar dari predatornya, bandingkan dengan sekeletal
kucing yang merupakan 13% dari berat tubuhnya. Fraktura pada kelinci paling (lihat
lampiran, figure-16), sering terjadi karena trauma, meloncat, jatuh ketika
digendong atau terperosok kedalam celah kandangnya. Mengelola kelainan skeletal
pada kelinci sama dengan pada pasien kucing yang seukuran.
- KAKI PENGKOR
(SPLAYLEG)
Kaki pengkor sering ditemukan dalam praktek
diantara kelinci dalam proses perkembangan muskulo-skeletalnya. Kondisi ini
sudah terlihat dalam usianya beberapa hari sampai beberapa minggu. Gejalanya
adalah bahwa kaki (dapat hanya satu, dua atau keempat kaki sendinya) tidak
dapat ditekukkan (lihat lampiran, figure-15).
Bila hanya kaki satu yang menderita dan client menghendakinya/menyetujui, maka
Dokter Hewan dapat melakukan amputasi kaki tsb, karena tidak berfungsi dan
justru akan mengganggu pergerakan dan hidupnya kelinci tsb dikemudian hari,
sedangkan dengan amputasi satu kaki, kelinci dapat hidup normal dan bahagia.
Kalau kondisinya sangat parah, Dokter Hewan dapat merekomendasikan untuk
euthanasia saja.
Untuk upaya pencegahan agar kelainan tsb
tidak berulang terjadi, karena adanya factor
genetic, maka Dokter Hewan dapat menyarankan agar pen-derita splayleg tsb untuk disterilisasi atau
tidak dibiakkan saja.
- FRAKTURA DAN
LUXATIO
Yang sering terjadi adalah kondisi / kelainan
muskulo-skeletal yang me nyebabkan paralysis
posterior oleh sebab sekunder dari adanya fraktura atau luxatio pada tulang
belakang (vertebrae). Fraktura atau
luxatio vertebralis paling sering disebabkan oleh trauma fisik dari cara
penanganan yang tidak benar atau dalam kandang yang kurang sempurna dan ketika
kelinci muda dalam keadaan meronta karena ketakutan (lihat lampiran, figure-16)
Yang paling rawan terjadi fraktura/luxatio
adalah pada pertautan os. Lumbo-sacralis.
Untuk kepastian diagnosis diperlukan foto radiology.
Penanganan kondisi demikian kalau tidak parah cukup diistirahatkan dan diberi cortico-steroid dosis rendah (mis:
prednisolon 0,25-0,50 mg/kg peroral b.i.d. selama 3 hari), kemudian diteruskan
dengan sekali sehari selama 3 hari dan kemudian setiap 2 hari sekali. Diajarkan
kepada client, bila tidak dapat
urinasi, supaya dilakukan massage manual
pada kandung-kencingnya. Kondisi yang parah dapat disarankan dilakukannya euthanasia saja.
Fraktura pada kelinci dapat terjadi pada os.femur, os, tibia dan os. Hemerus.
Fraktura seperti ini umumnya terturup jadi tidak perlu diberi antibiotika. Pada
kejadian pada kelinci yang masih muda (kecil) perasat bedah sulit dilakukan,
meskipun prosedurnya sama halnya dengan pada spesies lainnya. Koaptasi luar (external coaptation) adalah dengan cara
sendi bagian proximal dan distal fraktura dapat diupayakan diimmobilisasi.
Teknik Fiksasi internal (internal fixation), seperti intramedullary
spins, dapat dilakukan pada kelinci, sedangkan penggunaan piringan tulang (bone plate) tidak direkomendasikan
karena bone-plate yang tipis tsb malahan
kadang membuat masalah. Fiksasi luar (external
fixation) dengan memodifikasi alat
Kirschner yang terkenal dalam Avian
Medicine dapat diterapkan untuk kelinci.
APARATUS RESPIRATORIUS
- Snuffles
Snuffles merupakan penyakit
didalam ap. Respiratorius atas yang
umum ditemukan pada pasien kelinci. Snuffles
disebabkan terutama karena per-tumbuhan berlebihan dari Pasteurella multocida,
yaitu baksil Gram-negatif didalam epithelium hidung. Penelitian melaporkan,
bahwa umumnya kultur dari sample
epithelium hidung 40-72% positif P. multocida, meskipun tidak menunjukan
gejala klinik. Penularan P. multocida
terjadi secara kontak langsung ataupun perinhalatio.
Masa incubasi P. Multocide adalah 2 minggu. Dalam percobaan dilabo-ratorium,
penggunaan vaksin hidup (live attenuated
vaccine) dapat mem-berikan proteksi lumayan, tetapi dilapangan ternyata vaksin
demikian kurang berhasil, sehingga upaya vaksinasi terhadap P. multocide pada kelinci tidak
dilakukan lagi.
Menghadapi penyakit snuffle merupakan tantangan karena:
- obat yang sensitif dalam
in vitro ternyata tidak selalu
demikian pada keadaan in vivo. Kejadian
P. multocida dapat terjadi kembali (relapse)
- beberapa obat untuk
mengatasi P. multocide, justru kadang
menyebabkan enteropathy yang fatal
bagi kelinci (lihat daftar obat kontra indikasi dan toxic untuk pasien
kelinci).
OBAT
YANG BERSIFAT TOXIC BAGI
KELINCI
Nama Obat Keterangan
Ampicilin antibiotika
berkaitan diare
Amoxicillin penyakit enteric
Cephalosporins s.d.a.
Clindamycin antibiotika
berkaitan diare
Erythromycin penyakit enteric
Lincomycin antibiotika
berkaitan diare
Penicillin penyakit
enteric
Procain pada dosis
0,4 mg/kg
Tiletamine nephrotoxic
Hasil yang paling baik dan aman untuk
mengatasi penyakit respiratoria yang disebabkan oleh P. multocida adalah
dengan memberikan enrofloxacin dosis 5 mg/kg s.c atau peroral 2x sehari selama 14
hari, namun demikian dalam memberikan suntikan s.c dengan obat ini harus
benar-benar steril karena sering terjadi abses ditempat suntikan. Pemberian enrofloxacin lewat air minumnya dengan
dosis 200 mg/perliter air minum selama 14 hari memberikan hasil yang baik juga,
tetapi ingat cara ini memungkinkan terjadinya relapse penyakit karena gastro-intestinal
kelinci tidak sempurna dalam mengabsorbsi obat ini.
Antibiotika seperti Peniciline G, tetracycline dan chloramphenicol juga hanya
memberikan kesembuhan partial saja. Apalagi apabila pemberian antibiotika tsb
menyebabkan diare, maka pengobatan harus dihentikan dan pasien ha rus diberikan
terapi suportif.
Pasien yang berhasil sembuh dari P. multocida kadang masih memperlihat kan gejala klinik,
tetapi hal ini umumnya karena infeksi sekunder oleh Bordetella bronchiseptica bila ada interferensi dengan fungsi sel
mukosilier (mucociliary cells).
- Pneumonic
pateurellosis
Pateurellosis dapat menyebar
keorgan tubuh lainnya melalui trachea
atau peredaran darah. Ada
kelinci yang menderita tortikolis, ternyata disebabkan oleh P. multocida
melalui otitis media unilateralis (lihat lampiran, figure-19). Bila paru sudah
terserang maka timbul gejala pneumonia
fibrino purulen dan pleuritis. Abses
didalam paru juga dapat berkembang kearah cranio-ventral
dan menyebabkan mati “mendadak”
KEMUNGKINAN
LEWATNYA PENYEBARAN P. MULTOCIDA
DAN
PENYAKIT YANG DIAKIBATKANNYA
Tumbuh
berlebih
P.
multocida diepi-
thelium
hidung
Infeksi
lewat saluran
nasolakrimal konjunktivitis
Infeksi
lewat saluran
Trachea pneumonia
Infeksi
lewat tuba
Eustachian otitis media
Otitis
interna
Abses
dalam otak
Infeksi
lewat pere-
daran
darah (septicaemia) pneumonia
endocarditis
pyometra-endo
metritis
abses
subkutan
P. multocida masuk lewat
Luka dikulit
Diagnosis ap.
Respiratorius tentu saja harus diperkuat dengan auscultasi dan radiografi, diikuti dengan analisa darah untuk
mendapatkan fakta2 CBC. Apabila membaca radiografi thorax perlu diingatkan,
bahwa kelenjar thymus pada kelinci
dewasa adalah besar mulai dari dasar jantung hingga ujung thorax (thoracic inlet). Dua lobus paru kiri
normalnya sebesar 2/3 dari 4-lobus paru kanan.
Sebagaimana halnya dengan pasteurellosis ap. Respirasi atas, untuk
me ngatasi keadaan ini dapat diberikan enrofloxacin
dengan dosis 5 mg/kg s.c atau peroral b.i.d selama 14 hari.
Bila auscultasi
menemukan suara wheezing dan terlihat
adanya oedema, maka berikan furosemide dengan dosis 1-4 mg/kg i.v
atau i.m setiap 4-6 jam.
Kondisi Opthalmik
Dengan instrumentalia seperti digunakan untuk
hewan kecil (anjing dan kucing), maka kondisi cornea dan penyakit-penyakit intraocular
dapat di periksa. Lakukan Schirmer tear
testing, fluorescein dye examination dan untuk membuat kultur diambil conjunctival scraping, demikian juga
untuk pemeriksaan cytologic. Untuk
keperluan ini diperlukan aplikasi anesthetikum, tonometry dan terapi
mydriatic dengan tropicamide atau kombinasi atropine
1% dengan phenylephrine 10% dengan perbandingan 1:1. Untuk opthalmoscopy tidak langsung digunakan
lensa 28D, 30D atau pan-retinal lensa
2.2. Untuk mencegah terjadinya keracunan sistemik, gunakan sekecil mungkin jumlah
bahan yang berupa anesthetikum atau mydriatic.
- Konjunktivitis,
hypopyon dan abses retrobulbar
Kelainan-kelainan ophthalmic misalnya: konjunktivitis, hypopyon atau abses retrobulbar
seringkali merupakan gejala ikutan dari infeksi pateurellosis. Menghadapi kasus demikian disarankan melakukan
pemeriksaan kultur dan sensitivity
untuk menemukan kemungkinan adanya mikro-organisme selain pasteurella.
Sambil menunggu hasil kultur dan sensitivity test, untuk tentative diagnosis dan terapi dapat
dilakukan dengan memberikan kombinasi antibiotic
topical maupun sistemik, yaitu enrofloxacin 5 mg/kg s.c atau
peroral b.i.d selama 14 hari, atau berikan Procain
Penicillin-G 40.000-60.000 IU/kg i.m
atau s.c. s.i.d atau b.i.d selama 14 hari ditambah chloramphenicol ophthalmic atau ointment
diaplikasikan 4X sehari.
Adakalanya conjunctivitis non-infeksi terjadi misalnya karena trauma, debu,
berkelai atau oleh entropion baik
primer atau sekunder (lihat lampiran, figure-17).
Conjunctivitis
karena
trauma perlu diberikan antibiotika topical dan pera-watan trauma tsb. Untuk
mengatasi entropion diperlukan
koreksi melalui perasat bedah.
Abses retrobulbar
sulit disembuhkan. Bila dengan antibiotika baik topical maupun sistemik tidak
berhasil, disarankan untuk melakukan operasi enucleation saja dengan tehnik seperti halnya pada kucing atau
anjing, hanya saja pada kelinci ada orbital
venous sinus yang besar, sehingga ketika melakukan insisi harus sangat
berhati-hati.
- Epiphora
Epiphora tanpa disertai conjunctivitis atau kelainan mata
lainnya biasanya disebabkan karena sumbatan di dalam saluran nasolacrimal (ductus naso-acrimalis) atau akibat
sekunder dari conjunctivitis atau rhinitis.
Kelinci mempunyai celah/saluran kecil tunggal
(single slitlike punctum) yang
terletak inferior dari canthus medialis, sedangkan ductus naso-lacrimalis menyempit
kemudian berubah arah kedua titik pada ductus
tsb. Jadi adanya sumbatan dalam celah/saluran kecil tsb dapat ditiup atau
disemprot dengan cairan fisiologik memakai spuit ukuran 23 ga atau kanula
naso-lacrimal (naso-lacrimal cannule)
atau intravenous kateter (lihat lampiran, figure 18) Melakukan kanulalisasi
jangka lama sangat sulit malahan sampai tidak mungkin melalui saluran kecil tsb,
sedangkan melakukan kanulalisasi terlalu sering justru mengiritasi saluran tsb
yang mungkin mengakibatkan stenosis atau
sumbatan permanent.
KELAINAN-KELAINAN NEUROLOGIC
- Torticolis
Torticolis disebut juga “head-tilt” biasanya disebabkan oleh
kelanjutan proses infeksi P. multocida
lewat ruang hidung (nasal cavity)
kedalam bagian tengah (middle) atau
bagian dalam telinga (inner ear)
melalui Eustachian tube.
Perlu dipertimbangkan juga, meskipun sangat
jarang, adalah listeriosis, encephalitozoonosis, migrasi ascarids atau kelanjutan dari investasi ear mites. Kelinci yang menderita otitis media atau otitis interna menimbulkan penebalan dari tympanic bullae yang dapat terlihat dari radiografi dan adanya
pernanahan didalam ruangan tympanic (tympanic
cavity). Bila yang terkena hanya unilateral maka kelihatan kepala kelinci
penderita bengkok kearah bagian sisi yang menderita (lihat lampiran, figure 19).
Terapi untuk kondisi seperti ini dilakukan seperti halnya pada infeksi P. multocide lainnya atau melakukan
perasat bedah tympanic (tympanic bullae
osteotomy). Terapi ini harus ditunjang dengan terapi supportif sampai
pasien mampu makan dan minum sendiri.
- Paraplegia akut
Kasus ini umumnya terjadi oleh sebab trauma spinal atau fraktura vertebrae yang umumnya terjadi antara L6-L7,
karena tempat ini merupakan titik fulcrum
antara kelompok otot cranial mayor
dan caudal yang sering meng-alami
fraktura atau luxatio, termasuk ketika melakukan physical restraint. Prognosis kasus demikian tergantung kepada belum
/ sudah terjadinya kerusakan juga pada syaraf yang mengendalikan urinasi dan
defikasi. Bila murni paraplegia akut tsb disebabkan karena trauma tanpa
komplikasi, maka penanganannya cukup diistirahatkan (immobilized) saja dan diberikan prednisolon dengan dosis
0.25 mg/kg peroral b.i.d selama 5 hari.
PROBLEMA DERMATOLOGIK
- Abses
Abses subcutan sering terjadi dan jangan
dilupakan, bahwa keadaan demikian dapat karena perjalanan pasteurellosis. Pruritus
dan kemerahan sering terlihat atau adanya bisul bernanah kental / tebal (lihat lampiran
figure-20). Abses dengan nanah kental (seperti kiju) tidak dapat diaspirasi,
karenanya harus dilakukan insisi dan dikeluarkan nanah sampai bersih dan
diberikan antibiotika selama 10-14 hari. Abses dibawah kulit yang tidak dapat
dilakukan insisi, dapat dilakukan pencucian saja dengan larutan povidone-iodine
dan berikan antibiotika selama 10-14 hari. Kecurigaan adanya infeksi
oleh mikro-organisme lain diperlukan pemeriksaan kultur dan uji sensitivity.
Dari pengalaman praktek mikro-organisme
penyebab abses mungkin: Staphylo-coccus
aureus, Pseudomonas aeruginosa atau
Fusobacterium necrophorum.
- Luka terbuka
Luka tertusuk yang terlambat dirawat dapat
terkontaminasi oleh mikro-organisme menyebabkan dermatitits. Kelinci yang dikandangkan ditempat yang lantai dan
dindingnya kasar/tajam sering melukai kelinci tsb apalagi bila kelinci terlalu
gemuk karena terjadinya luka tekan (decubitus)
atau pododermatitis. Paska
anesthesia/sedasi dengan ketamin, biasanya kelinci
menunjukkan perilaku self-mutilasi karena iritasi n. sciatica. Dalam hal
demikian Elizabethian collar perlu
dipasang pada leher pasien tsb.
Luka-luka biasanya terjadi karena lingkungan
(kandang) dan managemen yang buruk.
- Ringworm
Musim ganti bulu (withers) atau ketika menjelang melahirkan, bulu kelinci rontoq dan
terjadilah alopecia, hal demikian
adalah normal. Tetapi alopecia dapat pula terjadi oleh karena adanya abses,
infeksi oleh jamur (ringworm) atau
investasi oleh parasit.
Ringworm
atau
dermatophytosis pada kelinci paling
banyak disebabkan oleh invasi Trichophyton
mentagrophytes (pada outdoor pets) atau
Microsporum canis (pada indoor pets).
Ringworm pada kelinci biasanya
kering, bersisik (scaly) dan pruritic dan terlihat sebagai patchy alopecia dikepala atau kaki.
Untuk diagnosis ringworm diperlukan preparat kerokan kulit (skin scraping) dengan KOH
atau membuat kultur (lihat lampiran, figure-21), karena T. mentagrophytes tidak
menunjukkan fluorescen dengan lampu Wood dan M. canis tidak konsisten dengan lampu Wood.
Terapi dilakukan dengan dipping setiap minggu dengan lime-sulfur
atau topical dengan povidone-iodine
seraya melakukan desinfeksi lingkungan. Pada infeksi jamur yang serius
digunakan griseofulvin micronize dengan dosis 25 mg/kg peroral b.i.d
selama 30 hari .
- Ektoparasit
Bagian muka (wajah) atau telinga kelinci seringkali
kena invasi ektoparasit oleh mites (Psoroptes cuniculi). Psoroptes berwarna putih kekuningan
dapat dilihat dengan mata telanjang atau menggunakan otoscope dalam saluran telinga luar (external ear canal) bercampur dengan eksudat berwarna karat besi (tan).
lihat lampiran, figure 22.
Dapat membuat preparat mikroskopik dari swab exudates dalam mineral oil, mungkin
dapat dilihat berbagai stadium perkembangan mites
(lihat lampiran, figure 23 -24).
Terapi dilakukan dengan ivermectin larutan 10%
dengan dosis 300-400 ug/kg diberikan s.c atau 0.5 ml diteteskan lewat ear canal masing-masing telinga.
Tindakan demikian diulang setelah 14 hari. Alternatif tindakan dapat dilakukan
dengan membuat lunak eksudat telinga dan bersihkan dengan mineral oil sekali sehari sampai 3 minggu, yaitu lama siklus
hidupnya mites. Ikuti terapi tsb
dengan pemberian thiabendazole-dexamethason-neomycin
sulfate kedalam saluran telinganya.
Jaringan epithelium
aural kelinci sangat halus dan sensitive, sehingga ketika membersihkan
untuk pertama kali lebih baik dalam keadaan kelinci disedasi. Aplikasi topical
bahan kortiko steroid ini diperlukan karena efek anti in-flamasinya. Sanitasi dan hygiene lingkungan kandang
tentu saja sangat menunjang. Perlu diingat bahwa Sarcoptic mites masih dapat hidup diluar induk semang selama beberapa
jam.
Dari preparat kerokan kulit dari wajah dan pinnae luar kelinci dari lesi yang
berwarna karat (tan) dan bersisik
paling sering ditemukan Sarcoptic
(Sarcoptes scabiei) atau Notoedric mange (Notoedres cati), lihat
lampiran figure 23 & 24).
Sebagai mana dalam spesies lainnya, Sarcoptes mites menyukai jaringan kulit
yang dalam, hingga menyebabkan pruritus,
alopecia sekunder, dermatitis dan
infeksi bacteria sekunder. Ingatkan kepada client,
bahwa mites ini adalah zoonotic.
Terapi dengan ivermectin cukup efektif
atau dimandikan kedalam lime-sulfur (1:
40) seminggu sekali sampai 6X.
Bangsa mites
lainnya yang kadang ditemukan pada kelinci adalah Cheyletiella sp yang dikenal sebagai “walking dandruff”. Gejala klinik terkena jenis mites ini sangat bervariasi karena dari tanpa gejala apapun sampai
ada gejala inflamasi, bersisik (scaling) atau pruritus. Praktisi melaporkan bahwa Cheyletiella ditemukan 15-20% dari
pasien kelinci yang dating konsultasi.
Diagnosis Cheyletiella
ditegakan dengan ditemukannya secara mikroskopik dari preparat kerokan kulit
atau transparent tape. Bentuk dewasa Cheyletiella seperti saddle (saddle-shape), sedangkan Sarcoptic atau Psoroptes
lebih besar dan bentuknya bulat atau oval.
Membrantas mites dapat dilakukan melalui
tindakan:
- memandikan
(dipping) kedalam lime-sulfur setiap minggu sampai
4-6 rawatan
- ivermectin 1%, dosis 300-400
ug/kg s.c dan diulang setelah 3-5 minggu
- berikan
flea powder atau flea spray setiap hari
untuk sanitasi lingkungan dipakai powder carbaryl 5%. Cheyletiella adalah zoonosis dan dapat hidup diluar
induk semang selama 10 hari.
Kelinci juga dapat terserang Myiasis oleh Cuterebra sp (warble flies) yang menimbulkan abses, dimana larvanya
membuat sarang dikantong-kantong subcutan dan membuat terowongan-terowongan
dibawah kulit dan menjadi fistula.
Gejala kliniknya : kelinci terlihat selalu
menjilati bagian tubuh tertentu (bagian yang terinfeksi) dan ada rasa nyeri
bila dipencet. Fistula harus dirawat
sebagaimana fistula pada spesies
lainnya. Untuk mencegah Myiasis,
kandang kelinci dilapis dengan bahan anti nyamuk/lalat. Membrantas lalat pada
kelinci lebih baik memakai anti-flea
yang berbahan dasar air (water-based flea
product) jangan yang berbahan dasar alcohol (alcohol based products)
DAFTAR
PUSTAKA
Dharmojono : Hewan Eksotik Kesayangan (Panebar
Swadaya, Jakarta, 1998).
Edward
J. Gentz, DVM : Dealing with gastrointestinal, genitourinary
and musculoskeletal problems in Rabbits (VetMed, April, 1995)
James
W. Carpenter, DVM : Caring for Rabbits, an overview and
formulary (VetMed, April, 1995)
Lisa
Harrenstien, DVM : How to
handle respiratory, ophthalmic, neurologic and dermatologic problems in Rabbits
(VetMed, April 1991
Tidak ada komentar:
Posting Komentar