Selasa, 11 Oktober 2016

ZOONOSIS

PENYAKIT JAMUR KURAP
(RINGWORM)

Oleh: Drh. S. Dharmojono

PENDAHULUAN

Penyakit oleh infeksi Jamur pada kulit secara umum disebut dermatofitosis. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa macam jamur terhadap jaringan tanduk (keratin) tubuh seperti kulit, rambut/bulu, kuku, dll. Jamur, baik yang tidak menyebabkan penyakit (non pathogen), maupun yang menyebabkan penyakit (pathogen) terdapat diseluruh dunia. Beberapa jenis jamur hidup ditanah, karenanya disebut jamur golongan geofilik, misalnya Microsporum gypseum. Jamur yang hidup diantara pergaulan manusia-hewan disebut anthropofilik, misalnya Microsporum audoninii. Jamur yang hidup diantara hewan saja disebut zoofilik, misalnya Microsporum canis, Trichophyton equinum, T verucosum. Tiga macam jamur menurut penggolongan tsb ternyata juga dalam  situasi tertentu menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya, jadi mereka juga bersifat zoonotic.


ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI

Penjakit kurap (ringworm) tersebar luas didaerah beriklim panas, sedang dan lembab. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi jamur yang termasuk kedalam kelompok dermatofita, yaitu Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Microsporum dan Trichophyton ini yang paling banyak menyebabkan penyakit jamur diantara hewan.
Ringworm dapat menyerang hewan ternak (kuda, sapi, kambing, babi, dll) dan hewan kesayangan (anjing, kucing, kelinci, dll) serta bangsa burung. Ringworm pada ternak sapi biasanya oleh infeksi Trichophyton verucosum, kalau pada kuda Trichophyton equinum, sedangkan pada burung/ungags adalah Trichophyton galline. Penyakit ringworm pada anjing dan kucing umumnya oleh Mcrosporum canis. Ringworm dapat membentuk spora yang tahan hidup dikandang dan bebas dikandang dan bahan keluarannya (ekskresi) misalnya: feses, bulu/rambut, kelupasan kulit, sedangkan dilingkungannya tanah, jerami, pasir, kayu, dsb. Microsporum canis dapat hidup di rontokan rambut/bulu selama 300-420 hari. Jamur ini rupanya tidak dapat tumbuh ke bagian lebih kedalam dari kulit, tetapi menyukai kulit bagian keratin (zat tanduk). Itulah sebabnya jamur ini digolongkan kedalam penyakit jamur dangkal (superficial mycose atau dermatophytes). Pada kulit yang sedang mengalami peradangan, jamur ini tidak dapat tumbuh, lebih suka pada jaringan yang normal. Itulah sebabnya infeksi jamur ini membentuk cincin seperti layaknya cacing, karenanya disebut ringworm.

PATOGENESIS

Dalam kondisi tertentu dermatophytes hanya tumbuh dijaringan keratin yang mati. Perkembangannya akan berhenti pada sel-sel yang hidup atau pada jarigan yang tidak meradang saja, sehingga membentuk cincin. Jamur zoofilik selalu menyesuaikan diri dengan induk semangnya (host-species adapted) dan jarang menyebabkan reaksi radang yang serius pada hewan. Pada manusia jamur tsb seringkali menyebabkan radang yang akut walaupun dengan penyebaran yang terbatas. Infeksi bermula dari jaringan keratin yang sedang tumbuh, misalnya bulu/rambut, kuku atau stratum corneum yang sedang tumbuh, dimana conidia (kuncup jamur) berkembang menjadi benang-benang jamur yang disebut hife (thread like hyphae). Benang hife ini menembus dan menyebar kedalam batang rambut, sehigga rambut menjadi lemah, rapuh dan rontoq. Kemudian jamur bertumbuh kearah bawah sedangkan bulu terus bertumbuh keatas. Jamur ini tidak menembus masuk kedalam rambut yang hidup dan daerah tempat proses mitotic sel sedang berlangsung. Bila pertumbuhan bulu sudah berhenti, maka pertumbuhan jamur ini juga berhenti.
Beberapa jenis (spesies) jamur pada hewan (animal dermatophytes) yang penting akan menghasilkan kelompok-kelompok artrospora (clusters arthrospores) terutama sepanjang permukaan luar batang rambut yang  disebut tipe ektothrik, dibanding dengan yang disebut tipe endothrik.
Di Indonesia belum pernah dilaporkan adanya penyakit ringworm sampai dengan 1980, ketika sapi-sapi FH yang diimpor dari Australia melalui pelabuhan Cilacap dilaporkan ada yang menderita ringworm. Kemudian kejadian yang sama ditemukan pula diantara sapi perah dan Brahman-cross di Kalimantan Selatan 1983.

SIMPTOMATOLOGI

Penyakit dermatophytes menunjukkan gejala klinik yang sangat bervariasi. Pada anjing dan kucing, bentuk cincin umumnynya ditemukan di daun telinga, wajah, hidung, perut bagian bawah dan kaki, disertai adanya bercak-bercak warna kemerahan, rambut rontoq meninggalkan keropeng sehingga kulit menjadi bersisik.
Pada sapi menimbulkan bercak-bercak di wajah, leher yang menonjol membentuk keropeng dan sisik, sehingga terbentuk bungkul bungkul. Jika keropeng itu diangkat, akan terjadi perdarahan. Keropeng itu umumnya berbentuk bulat berukuran diameter 0,5-5 cm. Pada sapi, lokasi lesi-lesi oleh ringworm kedapatan sbb:

            Daerah lesi                               Jawa Tengah                          Kalimantan Selatan
            Kepala                                     56%                                         5%
            Leher                                       66%                                         15%
            Bahu                                        68%                                         28%
            Punggung & perut                   52%                                         52%
            Pinggul                                    38%                                         -

Pada kuda, keropeng banyak ditemukan di bahu, muka, dada dan punggung, mungkin hal ini disebabkan oleh pakaian kuda yang dikenakan bergantian. Kulit yang terserang menjadi pecah pecah dan ber eritrema, bulu rontoq, bersisik, kemudian membentuk benjolan-benjolan dan kalau benjolan ini terkelupas terjadi luka yang cukup dalam. Pada domba dan kambing, terjadinya kulit berpecah-pecah pada daerah muka dan punggung. Sedangkan pada unggas, jamur membentuk koloni-koloni pertumbuhan pada pial (jengger) kemudian meluas kedaerah kulit yang tidak berbulu, misalnya wajah dan sekitar mulut.

DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit jamur tidak hanya didasarkan kepada gejala klinik, tetapi harus lebih ditegakkannya melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang terpenting adalah dengan membuat kultur, kemudian diperiksa dibawah mikroskop utra-violet (wood’s lamp) dengan panjang gelombang 366 um atau pemeriksaan mikroskopis langsung atas samples bulu atau kerokan kulit. Diagnosis yang khas (specific) dan efektif adalah dengan membuat kultur, karena sekaligus dapat di identifikasi jenis jamurnya. Dengan cara lainnya seringkali tidak berhasil ditemukan jamur.
Uji media dermatophytes (Dermatophytes Test Medium=DTM) dapat pula dilakukan. Samples dapat diperoleh dari kerokan kulit, bulu atau kuku dari bagian yang terinfeksi, setelah terlebih dahulu dibersihkan dengan air bersih dan didesinfeksi dengan alcohol 70%, agar mikroorganisme safrofitnya hilang, kemudian dioleskan diatas kultur media dari Saburaud Media, kemudian ditutup untuk mengurangi penguapan. Inkubasi media itu cukup dilakukan dalam suhu kamar saja. Dakam waktu 3-7 hari (sebaiknya 3 minggu) dermatofit akan tumbuh. Kultur jamur akan mengubah media dari warna kuning menjadi kemerahan pada waktu pertama kali terlihat, sedangkan koloni jamurnya sendiri berwarna putih atau putih redup (off white).
Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan sample keropeng atau bulu ditetesi KOH 10-20% sebanyak 1-2 tetes, kemudian difiksasi dengan dipanasi pelan-pelan, kemudian ditutup dengan gelas objek.

DIAGNOSIS BANDING

Ringworm sering dikelirukan dengan penyakit kulit lainnya misalnya kudis (budug, scabies) atau kelainan kulit karena ketidak seimbangan hormonal atau alergi oleh makanan. Beberapa penyakit malnutrisi juga dapat memperlihatkan gejala yang mirip. Untuk membedakannya harus melalui pemeriksaan laboratorium, dengan upaya menemukan jamur dan identifikasi jenisnya.

PENGOBATAN

Pada beberapa kasus, ringworm dapat hilang dengan sendirinya, apabila penderita dalam kondisi lainnya (terutama gizi) yang baik atau pada penderita yang lantas segera diberi nutrisi imbang dan cukup porsinya yaitu nutrisi yang dibuat dengan bahan-bahan non-alerginik. Pengobatan dilakukan dengan memberikan anti-jamur per-os atau topical dalam bentuk krim, salep atau shampoo yang mengandung obat anti jamur. Cara tsb untuk hewan kecil, sedangkan untuk hewan besar pengobatan per-os sangat mahal, demikian pula dengan yang topical, contoh obat anti jamur: griseovulvin, ketakonazol, mikonazol dan sejenisnya.
Untuk hewan besar seperti kuda, sapi, kerbau, kambing, dll, umumnya dipilih obat-obat sprayer berisi lemak, jodium, sulfa atau asam salisilat, misalnya untuk sapi digunakan cairan Na-caprilat yang disemprotkan. Pada kuda digunakan Na-trichlormethyl-thiotetrahydroftalimide.
Untuk infeksi ringworm yang akut dapat digunakan asam-borak 2-5% atau larutan K-permanganat 1:5000. Untuk luka-luka keropeng digunakan carbowax yang mengandung anti-jamur. Untuk desinfeksi kandang dan peralatan dapat digunakan larutan phenolic 2,5-5% atau Sodium hipokhlorik 0,25% atau formalin 2%.
Obat-obat lainnya yang dapat dipakai adalah asam benzoate 6%, resorsinol 1-10%. Untuk food animals (sapi, kebau, dll) pengobatan topical dipakai a.l.:
·         Sulfat cuprum (CuS04 yaitu larutan prusi) kapur CaCO3 sama jumlahnya kemudian dicampur dan dilarutkan bersama. Aplikasi: oleskan seminggu sekali ,
·          Jodium tinktur 2,5%, digosokkan dengan sikat, seminggu sekali.
·         Formalin 0,2%, digosokan dengan sikat sekali seminggu
·         Formalin 0,4%, soda kaustik 0,5 aa. Campur dan larutkan kemudian digosokkan seminggu sekali

PENCEGAHAN

Penderita yang berhasil sembuh dari penyakit jamur akan memilikki kekebalan sel didalam tubuhnya (cell mediated immunity) terhadap antigen jamur tsb, sehingga mempunyai zat kebal dikemudian hari. Penderita ringworm supaya dipisahkan dalam kandang tersendiri. Lakukan tindakan sanitasi dan higienik dilingkungan terutama dikandang hewan. Orang/ pemilik/karyawan di usaha peternakan, penggembala ternak, termasuk para penyayang hewan anjing, kucing, kelinci, hamster, dll setelah bergaul dengan hewan hendaklah mandi dengan sabun antiseptika. Semua alat-2 yang berhubungan dengan penderita harus disucihamakan.
Dinegara yang telah maju dan kaya, telah ada vaksin anti ringworm yang dibuat dari Trichophyton verrucosum. Di Indonesia vaksin untuk ringworm belum ada, hal ini karena pertimbangan ekonomi.

PERATURAN DAN PERUNDANGAN

Ringworm termasuk penyakit zoonosis. Kematian oleh ringworm sangat kecil, yang besar adalah kerugian ekonominya karena produksi peternakan menurun baik kwlitasnya maupun jumlahnya. Kerugian yang sangat berarti adalah daging, susu, kulit disamping turun, kwalitasnya buruk dan tidak laku dijual. Hewan ternak (animal food) penderita diizinkan dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi manusia, tetapi kulitnya harus dimusnahkan, atau paling tidak diberlakukan syarat-syarat yang ketat, misalnya harus dimasak atau disamak untuk keperluan industry kulit masih bisa.

KESEHATAN MASYARAKAT

Di negara maju sekalipun, diantara kewan kesayangan (anjing, kucing) yang di konsultasikan ke dokter hewan, antara 10-20% mengandung ringworm sebagai life carrier. Jenis jamur tsb Microsporum canis 70% (anjing) dan 80% pada kucing. Infeksi oleh Trichophyton mentagrophyte, Microspoum gypseum dan yang lain 20%. Cara penularan jamur dari hewan dan manusia dan sebaliknya melalui kontak langsung, atau kontak dengan peralatan yang terkontaminasi termasuk baju, sisir, peralatan lainnya. Karena jamur juga beterbangan diudara, maka tentu saja penularan bisa juga melalui per-inhalasio. Jamur tersebut akan menjadi penyakit, bergantung kepada:
·         Patogenitas jenis jamur
·         Usia penderita, yang muda lebih rawan
·         Daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh hewan malnutrisi pasti lebih rawan karena jaringan kulitnya lunak
·         Jumlah dan jenis sekresi kulit penderita
·         Diantara penderita juga mengidap penyakit lainnya, misalnya diabetes mellitus, anaemia, dsb
·         Status hormonal penderita karena pertumbuhan jamur sangat bergantung kepada status hormonal penderita misalnya obat-obatan anti-hamil, kortikosteroid, dll
·         Status nutrisi, kekurangan salah satu komponen dalam rangsumnya
Pada manusia infeksi jamur dermatophytes paling sering pada kaki dan dikenal sebagai dermatophytosis of the feet atau disebut juga tinea pedis. Olah ragawan yang biasa sepatunya menjadi basah dan kotor (karena keringat) menjadi lembab tetapi hangat terutama disela-sela jari kaki tumbuh jamur, yang seperti ini disebut athlete’s foot.
Di Indonesia penyakit jamur pada manusia ternyata cukup tinggi, misalnya di RSCM setiap tahun ditemukan penderita dermatophyte baru sebanyak 2%, di RS Karyadi Semarang malah pernah 12,04% pasien menderita dermatophyte.
Widianto pernah melakukan penelitian (1993) di asrama-asrama pendidikan militer menemukan 59,5% penderita dermatophytes.
Infeksi jamur (athlete’s foot) pada pria ternyata lebih banyak dari pada wanita, perbandingannya 8:1, ini mungkin karena sepatu pria lebih tertutup dibanding sepatu wanita.





REFERENSI
Anonim                        : Merck’s Veterinary Manual 7ed (1991)
.................                     : Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan MenularJld-IV, DirKesWan, Dep
                                          Tan, 1990
Custem & Rochette     : Mycosis in domestic animal (Janssen Research Foundation, 1991)
Dharmojono                : Kapita Selekta Kedokteran Veteriner Jld-I (Yayasan Obor Indonesia, 2001)
…………………                 : Dermato mycosis pada Hewan (PMKI Simposium Penyakit Jamur, Nov 1995, Jakarta).
Jani T Iman                  : Masalah infeksi Jamur pada kaki, (PMKI, symposium, Nov. 1995)

Maya Devita                : Masalah infeksi Jamur di Kehidupan Modern ( Simposium PMKI, 1995)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar