PENYAKIT ANTHRAX
(PENYAKIT RADANG LIMPA)
Oleh: Drh. S. Dharmojono
PENDAHULUAN
Pada
zamannya Hippocrates, pernah timbul wabah penyakit yang gejalanya mirip dengan
Penyakit Anthrax yang kita kenal saat ini. Demikian pula di Eropa
Selatan (1613) pernah mewabah penyakit seperti ini yang menelan korban 6000
orang meninggal dunia.
Pada
tahun 1876, Robert Koch, ilmuwan
Jerman yang juga menemukan Baksil Tuberkulosis, berhasil mengidentifikasi
penyebab penyakit Anthrax tsb, yaitu berupa baksil berbentuk lonjong telur yang
kemudian diberi nama Bacillus Anthracis
Kemudian
tahun 1881, Louis Pasteur, berhasil
membuat vaksin pertama untuk melawan penyakit Anthrax. Kedua penemuan dibidang
kedokteran ini merupakan tonggak sejarah bagaimana orang berupaya memburu bibit
penyakit sekaligus mencari “senjata
penangkal” nya dibidang kedokteran.
PENYAKIT ANTHRAX DI INDONESIA
Penyakit
menyerupai Anthrax pertama kali dilaporkan pada tahun 1884 pada ternak kerbau
di Teluk Betung dan diberitakan didalam Javasche
Courant. Kemudian di tahun 1885 dan 1886 ada laporan yang dimuat didalam “Colonial Verslag” tentang adanya
penyakit Anthrax di Indonesia. Menurut Sumanegara (1958), penyakit Anthrax
telah menyebar baik di Jawa (Jakarta, Purwakarta, Bogor, Banten, Pekalongan,
Surakarta, Banyumas, dll) maupun diluar Jawa, seperti di Sumatra (Jambi,
Palembang, Padang, Bengkulu, Sibolga dan Medan). Juga di Madura, NTT (Flores,
Rote) dan NTB (Lombok, Sumbawa), Sulawesi (Menado, Donggala, Palu) dan Bali.
PENYEBAB
PENYAKIT ANTHRAX DAN
PENYEBARANNYA
Penyakit
Anthrax merupakan Penyakit akut disebabkan oleh infeksi Bacillus Anthracis.
Anthrax dapat menyerang mahluk berdarah panas, jadi termasuk manusia, karena
itu Anthrax digolongkan kedalam penyakit zoonosis penting di Indonesia
B.
Anthracis bersifat Gram +, tidak bergerak (non motile), berbentuk batang,
berkapsul lonjong dan didalam kultur media suka berposisi berjajar seperti
gerbong-gerbong kereta api. Dalam tubuh korban B. Anthacis dapat ditemukan
sendirian (singular) atau berjajar pendek saja. Begitu ada diluar tubuh korban
dan kontak dengan oksigen bebas, B. Anthracis akan segera membentuk spora yang sangat tahan pada suhu
ektrem, desinfektansia dan lingkungan yang kering. Spora Anthrax berukuran 4-8 X
1-1,5 um. Didalam tanah yang kondisinya cocok bagi nya, spora ini dapat
bertahan hidup hingga berpuluh tahun. Itulah sebabnya mengapa pada suatu waktu
seakan Anthrax timbul dari tanah, sehingga dinamakan “soil born disease”. Hal
inilah alasan mengapa korban mati oleh Anthrax dilarang melakukan nekropsi
dengan maksud meminimalkan kemungkinan B.Anthracis merubah diri menjadi spora.
Pengumpulan sampel darah diambil dari darah yang keluar dari lubang tubuh
(anus, hidung, telinga, mulut) atau dengan sedikit mengaspirasi darah dari telinga. Korban
Anthrax harus dibakar hingga tuntas atau dikubur sedalam 2 -2,5 m, agar hewan
liar (anjing, tikus, dll) tidak dapat mengorek-orek dan menyebarkan
bacillus/spora kemana-mana.
Dalam tanah yang netral, alkalin (basa) atau berkapur, spora Anthrax dapat hidup berpuluh tahun, karena kondisi seperti itu sepertinya tempat “pengeraman” bacillus ini, kemudian akan berubah bentuk menjadi vegetative, kemudian memperbanyak diri sampai ketingkat mampu menginfeksi calon korban lainnya. Dalam kondisi demikianlah Anthrax dapat mewabah kembali yang bersumber dari tanah-tanah pertanian atau padang rumput tempat ternak dan petani berada. Ternak korban terinfeksi setelah makan rumput, minum air atau makan bahan lainnya yang tercemar spora tsb. Kebanyakan orang (umumnya kanak-kanak dan petani) terinfeksi melalui luka-luka di kulit. Itulah sebabnya korban Anthrax kebanyakan ternak yang digunakan sebagai tenaga kerja atau yang merumput disawah/ladang seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, dll. Ini pula sebabnya daerah yang tercemar spora Anthrax menjadi potensial terjadinya wabah ulang, atau menjadi daerah dengan timbul tenggelamnya penyakit Anthrax. Itulah juga sebabnya wabah Anhtrax biasanya terjadi pada musim penggarapan tanah atau musim dimana sawah digunakan sebagai padang penggembalaan ternak. Apalagi bila musim itu bersamaan dengan “musim lalat” atau insekta penggigit lainnya, maka secara mekanik serangga inipun dapat berperan sebagai vector spora Anthrax kepada hewan atau manusia lainnya, meskipun penyebaran dengan cara ini (vector serangga) lebih jarang terjadi dibandingkan dengan penyebaran melalui makanan (per-os). Hewan bangsa karnivora (pemakan daging) yang berkeliaran didaerah peternakan, seperti anjing, kucing, musang, dll, suatu kali bukanlah tidak mungkin menemukan daging asal hewan korban Anthrax dan kemudian ikut menyebarkannya.
Dalam tanah yang netral, alkalin (basa) atau berkapur, spora Anthrax dapat hidup berpuluh tahun, karena kondisi seperti itu sepertinya tempat “pengeraman” bacillus ini, kemudian akan berubah bentuk menjadi vegetative, kemudian memperbanyak diri sampai ketingkat mampu menginfeksi calon korban lainnya. Dalam kondisi demikianlah Anthrax dapat mewabah kembali yang bersumber dari tanah-tanah pertanian atau padang rumput tempat ternak dan petani berada. Ternak korban terinfeksi setelah makan rumput, minum air atau makan bahan lainnya yang tercemar spora tsb. Kebanyakan orang (umumnya kanak-kanak dan petani) terinfeksi melalui luka-luka di kulit. Itulah sebabnya korban Anthrax kebanyakan ternak yang digunakan sebagai tenaga kerja atau yang merumput disawah/ladang seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, dll. Ini pula sebabnya daerah yang tercemar spora Anthrax menjadi potensial terjadinya wabah ulang, atau menjadi daerah dengan timbul tenggelamnya penyakit Anthrax. Itulah juga sebabnya wabah Anhtrax biasanya terjadi pada musim penggarapan tanah atau musim dimana sawah digunakan sebagai padang penggembalaan ternak. Apalagi bila musim itu bersamaan dengan “musim lalat” atau insekta penggigit lainnya, maka secara mekanik serangga inipun dapat berperan sebagai vector spora Anthrax kepada hewan atau manusia lainnya, meskipun penyebaran dengan cara ini (vector serangga) lebih jarang terjadi dibandingkan dengan penyebaran melalui makanan (per-os). Hewan bangsa karnivora (pemakan daging) yang berkeliaran didaerah peternakan, seperti anjing, kucing, musang, dll, suatu kali bukanlah tidak mungkin menemukan daging asal hewan korban Anthrax dan kemudian ikut menyebarkannya.
Ada
3-cara mekanisme penularan Anthrax sbb:
1.
Per-os, yaitu infeksi lewat mulut karena memakan bahan makanan
(terutama daging) berasal dari penderita Anthrax. Korban pada hewan maupun
manusia umumnya tertulari Anthrax melalui cara ini
2.
Per-inhalasio, yaitu penularan spora karena spora terhirup
melalui pernafasan. Cara ini terjadi pada industri/kerajinan dengan bahan dasar
asal hewani misalnya: wool, kulit, tulang, dll yang mengandung spora Anthrax.
3.
Per-kutan, yaitu infeksi melalui luka-luka di
kulit yang sering terjadi diantara petani dan kanak-kanak karena terkena bajak,
sabit, parang atau alat pertanian lainnya. Infeksi seperti ini juga bisa
terjadi pada karyawan rumah pemotongan hewan, kebun binatang, bahkan Dokter
Hewan praktisi. Infeksi Anthrax pada kulit berupa karbunkel menyerupai bisul
bernanah seperti kawah gunung berapi, bengkak yang kemudian dibagian tengahnya
timbul nekrosis jaringan berwarna hitam (lihat gambar)
SIMPTOMATOLOGI
Masa
inkubasi Anthrax adalah antara 1-7 hari,
sedangkan perjalanan gejala penyakitnya dapat perakut, akut sampai khronik,
tergantung dengan cara mana penderita terinfeksi. Dalam keadaan perakut, korban
Anthrax mendapat serangan dadakan dan pada umumnya berakhir dengan kematian.
Gejala-gejala Anthrax adalah: berjalan sempoyongan (staggering), sulit bernafas, gemetaran (trembling), kemudian kolep (collapse).
Beberapa kasus memperlihatkan gejala gerakan kejang-kejang (convulsion) . Bila korbannya adalah sapi, kambing atau domba,
proses penyakitnya akan cepat sekali dan korban akan mati tanpa sempat
memperlihatkan gejala-gejala seperti telah disebutkan diatas. Anthrax pada
sapi, domba/kambing sempat memperlihatkan demam tinggi (41- 42 C) dan mengalami periode eksitasi yang diikuti
keadaan depresi berat, kesadaran menurun atau hilang (stupor), pernafasan dan detak jantung berat, sempoyongan, konvulsi
kemudian mati dengan perdarahan melalui lobang-lobang tubuh (anus, alat
kelamin, mulut, hidung, telinga).
Bila
Anthrax menyerang sapi-perah yang sedang berproduksi, maka produksi susu segera
menurun drastis dan bila korbannya sedang bunting akan terjadi keguguran. Bahan
eskresi (keluaran) berdarah akan keluar dari lubang-lubang tubuh, seperti
mulut, hidung, telinga, dubur dan genetalia seperti tsb diatas.
Pada
infeksi oleh B. Anthracis per-kutan, perjalanan penyakitnya sangat lambat
(khronik), timbul oedema dan pembengkakan lokal (ditempat masuknya infeksi),
bengkaknya dapat sangat nyata, terutama pada leher bagian ventral, dada dan
pundak. Serangan Anthrax pada kuda umumnya berjalan akut. Penderita
memperlihatkan demam, menggigil kedinginan (chills),
koelik hebat, hilang nafsu makan, depresi, kelemahan umum, mencret berdarah,
pembengkakan didaerah leher, sternum, daerah abdomen bagian bawah dan alat
genetalia luar. Dalam kondisi demikian biasanya penderita tidak dapat ditolong
lagi, akan mati dalam waktu 2-3 hari. Dalam kondisi seperti inilah diharapkan
masyarakat waspada bila ada tawaran daging sangat murah, karena kadang hewan
dalam keadaan demikian akan dipotong secara illegal.
Pada
babi yang dipelihara perkelompok, bila terserang Anthrax, terjadi proses akut
dan penderita segera mati sebelum sempat memperlihatkan gejala-gejala. Bila
gejala sempat terlihat, juga berupa pembengkakan yang progresif didaerah
tenggorokan, ini dapat menyebabkan kematian karena kesulitan bernafas (suffocation). Sebenarnya babi lebih
tahan terhadap serangan Anthrax, karena itu Anthrax pada babi banyak yang
prosesnya menjadi khronik, bahkan ada yang secara bertahap sembuh, tentu saja
kasus demikian tergantung kepada sedikit-banyaknya bacillus yang masuk kedalam
system tubuh. Anthrax pada babi yang menjadi khronik atau sepertinya sembuh,
seringkali dijumpai di rumah pemotongan hewan babi dengan memperlihatkan
pembengkakan pada kelenjar limfe leher dan tonsil. Inspektor daging di rumah
potong babi wajib teliti dan waspada.
PATOGENESIS PENYAKIT
Penderita
Anthrax berat memperlihatkan perdarahan kental berwarna kehitaman (seperti
kecap) keluar melalui lubang-lubang tubuh. Dari perdarahan inilah diambil sampel
darah untuk pemeriksaan laboratorium. Bila karkas dibuka (inadvertened opened)
harus sangat berhati-hati, bahkan dilarang membuka tubuh korban, terlihat
septikemi hebat karena toksin Anthrax ini. Bagian abdomen mengembung karena
terjadi penghancuran jaringan organ tubuh. Rigor
mortis (kekakuan otot) tidak sempat terjadi atau hanya samar saja. Darah
yang mengalir keluar dari lubang tubuh sulit membeku. Perdarahan didalam tubuh
terjadi didalam thorax, abdomen, organ jantung meliputi endocardium dan epicardium.
Oedema terjadi dibanyak bagian jaringan tubuh berwarna kemerahan (red-tinged effusions), antara lain dalam jaringan otot dan subkutan.
Perdarahan juga terjadi sepanjang alat pencernakan dan terjadi ulcer pada Peyer’s patches. Yang sangat
nyata adalah terjadinya pembengkakan organ limpa (dapat membesar sampai 3 X
lipat dari normal), berwarna merah gelap atau kehitaman, limpa menjadi rapuh.
Inilah sebabnya Anthrax disebut pula Radang Limpa atau Splenic fever atau
milzbrand.
Didalam
organ Hati, ginjal dan kelenjar-kelenjar lymphe
terjadi pembendungan, sehingga organ-organ tsb terlihat membesar. Babi yang
menderita Anthrax khronik, biasanya pembengkakan kelenjar lymphe terbatas pada
kelenjar lymphe leher, tonsil dan sekitarnya saja. Bila kelenjar lymphe itu
disayat akan terlihat warna merah tua dan terdapat ulser-ulser, oedema dan
eskresi lainnya seperti jeli (gelatinous).
Berdasarkan pathogenesis seperti ini, maka pada pemeriksaan karkas dirumah
potong hewan babi jangan dilupakan untuk memperhatikan kelenjar lymphe leher
dan tonsil tsb.
Manifestasi Anthrax dapat
diklasifikasi sbb:
1. Anthrax kulit, yaitu infeksi Anthrax melalui jaringan
kulit akan menimbulkan malignant pustulae. Mortalitas Anthrax bentuk ini antara 10-20% (lihat gambar)
2.
Anthrax Paru (pulmonal), yaitu infeksi Anthrax lewat jalur
respiratorius (inhalasio), mortalitasnya sangat bervariasi
3.
Anthrax Usus (intestinal), yaitu infeksi Anthrax lewat jalur
pencernakan (makan,minum). Mortalitasnya antara 25-50%
4.
Anthrax jaringan lainnya (orofarink, otak, dll) atau lewat
jaringan peredaran darah, bentuk ini sangat fatal
DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis
Anthrax jangan didasarkan kepada gejala klinik saja, karena gejala penyakit
akut lainnya sangat mirip misalnya: clostridia,
bloat (kembung perut),
Leptospirosis, Anaplasmosis (malaria sapi), keracunan bracken fern, sweet clover dan timah hitam (Pb) pada ruminansia.
Anthrax
pada kuda juga dapat dikaburkan dengan penyakit Anemia Menular akut (acute infectious anaemia), penyakit bercak darah pada kulit dan selaput lendir (purpura), koelik, keracunan Pb, atau
dengan kelengar-matahari (sun stroke)
sekalipun. Di Indonesia jangan dilupakan dengan Penyakit Ngorok (Septichaemia
epizootica), Penyakit Mubeng (Surra), Piroplasmosis (malaria
sapi) akut, Penyakit Jembrana dan Encephalitis (radang otak). Oleh
karena itu diagnosis Anthrax harus didasarkan pada ditemukannya Bacillus
anthracis pada pemeriksaan darah di laboratorium.
Pemeriksaan
Laboratorium terhadap Anthrax meliputi :
1.
Pemeriksaan mikroskopis langsung dari preparat ulas darah
periferi dengan pewarnaan Gram. B anthracis adalah Gram+, belum menjadi spora kelihatan bacillus berselubung.
Pembuatan preparat ulas harus secepatnya sebelum terjadi pembusukan karkas,
karena ada bacillus petualangan yang akan mengaburkan pemeriksaan
2.
Pemeriksaan dengan kultur media. B. anthracis membentuk caput medusa.
3.
Pemeriksaan biologik, dengan menyuntikan bahan Anthrax kepada
hewan percobaan mamot atau mencit. Dalam waktu 36-48 jam hewan percobaan akan
mati. Apabila positif Anthrax, maka didalam jaringan hewan percobaan dtemukan
banyak B. anthacis
4.
Pemeriksaan serologik, digunakan metode Ascoli yang dikenal pula
sebagai “uji cincin putih”, karena didalam tabung reaksi yang sempit akan
terbentuk cincin berwarna putih, yaitu endapan (precipitat) cairan presipitogen
dengan serum presipitasi.
PENGOBATAN
Berhasilnya
pengobatan sangat bergantung kepada cepatnya tindakan, harus seawal mungkin.
Dalam praktek lapangan hal demikian sulit dilakukan, karena pengobatan harus
menunggu diagnosis dahulu. Didaerah tertular, berdasarkan aspek penyebaran dan
distribusi penyakit (epidemiologi), misalnya daerah Purwakarta (Jabar) yang
dikenal sebagai daerah tertular Anthrax, tindakan siaga perlu
disiapkan.Pengobatan dengan serum anti Anthrax pada hewan besar dapat dilakukan
dengan dosis 100-150 ml, pada hewan kecil dosis 50-100 ml. Aplikasi serum
tergantung kepada petunjuk pembuat serum tsb. Serum homolog dapat diberikan
intravenous atau subkutan, sedangkan serum heterolog hanya diaplikasikan
subkutan.
Pemberian
serum dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotika peruntukan baksil Gram+,
misalnya: Proc.Penisilin-G dengan
dosis untuk hewan besar 6000-20000 IU/kg berat badan, diberikan intramuskuler
setiap hari selama 1 minggu. Untuk hewan kecil dengan dosis 20.000 – 40.000
IU/kg berat badan intramuskuler selama seminggu berturut-turut. Streptomisin meski untuk baksilus
Gram--, nyatanya malah lebih efektif dibandingkan dengan penisilin. Dosis
Streptomisin adalah: 10 gram untuk hewan dengan berat badan 400 – 600 kg,
aplikasi intrmuskuler, yang dibagi 2 kali sehari. Menggunakan antibiotika
kombinasi (Penstrep) hasilnya akan lebih baik. Antibiotika Oksitetrasiklin bisa
dipakai untuk penderita kuda atau sapi dengan dosis 2 gram i.m, kemudian hari
berikutnya selama 3-4 hari dengan dosis 1 gram Oksitetrasiklin. Antibiotika
lainnya yang dapat dipakai adalah Kloramfenikol, eritromisin dan preparat sulfa
misal: sulfamethasin, sulfanilamide, sulfa piridin dan sulfathiasol. Preparat
sulfa kurang efektif dibandingkan dengan Penstrep.
PENCEGAHAN
Disamping
pencegahan secara medik, peran penyuluhan dan sosialisasi perundangan &
peraturan dalam rangka pencegahan penyakit Anthrax sangatlah penting
1.
Hewan
korban Anthrax dilarang dipotong untuk konsumsi, hewan penderita harus
diisolasi
2.
Dilarang
keluar masuk hewan diwilayah terjangkit
3.
Buat
lubang sedalam 1 m kubik dekat kandang untuk buangan kotoran, urine, feses,
darah dll dari hewan penderita
4.
Lakukan
penyemprotan anti-serangga supaya serangga tidak menyebarkan spora-spora
Anthrax
5.
Laporkan
segera ke kelurahan, kecamatan, dll atau ke Dinas Peternakan setempat/terdekat
bila ada dugaan kasus Anthrax. Pemerintah setempat akan memasang pengumuman : “Penyakit Hewan menular Anthrax”, disertai nama penyakit menurut yang dikenal
didaerah tsb. Setelah tidak ada lagi kejadian selama 14 hari, daerah tsb dapat
dibebaskan kembali
PERATURAN PERUNDANGAN
Sejak
zaman kolonial, Peraturan yang berkaitan dengan Zoonosis telah dibuat seperti
dalam Staatsblad 432 dan 435 tahun 1912.
Khususnya yang menyangkut Penyakit Anthrax adalah sbb:
1.
Hewan
penderita Anthrax harus diasingkan sehingga tidak dapat bersentuhan dengan
hewan lainnya. Pengasingan dilakukan setempat untuk menghindari penyebaran
2.
Buat
lubang ditanah sedalam 1 m kubik untuk menampung keluaran-keluaran hewan
penderita. Bila lubang sudah penuh (60 cm dari permukaan lubang), lubang harus
ditimbun tanah sampai rata
3.
Hewan
penderita Anthrax dilarang dipotong dan dikonsumsi
4.
Dilarang
lalu lintas hewan didaerah terjangkit, bila dalam waktu 14 hari tidak ada
kasus, daerah tsb dapat dibebaskan kembali
5. Tulisan sebagai pengumuman ditulis “PENYAKIT MENULAR ANTHRAX”
6.
Bangkai
hewan penderita Anthrax harus dibakar
KESEHATAN MASYARAKAT
Di
Indonesia telah beberapa kali berjangkit wabah Anthrax dan menelan korban
manusia dengan pola yang sama, yaitu orang makan daging hewan penderita
Anthrax. Misalnya ketika Boyolali (1990) ada wabah Anthrax yang menyerang
sapi-sapi perah milik PT NAA. Kemudian tahun 1992 ketika di Enarotali (Papua)
ada wabah Anthrax pada ternak babi dan wabah Anthrax yang menyerang burung onta
di Purwakarta (tahun 2000) juga menelan korban manusia karena memakan daging
hewan-hewan tsb. Demikian pula di Cileunsi (Bogor) jatuh korban karena makan sate kambing korban
Anthrax yang tidak “well done”.
Masyarakat
diminta kewaspadaannya, bila ada tawaran daging murah, karena mungkin sekali
daging hasil sembelihan darurat/gelap dari hewan sakit. Masyarakat perlu
mengenali daging penderita Anthrax yang berwarna merah tua, berbau amis
mencolok atau busuk, mengalir darah kental kehitaman (seperti kecap atau petis) dan
sulit membeku, tidak dapat disimpan lama meskipun dalam freezer.
Membeli daging seyogyanya dari supermarket atau kios-kios penjual yang berizin, bersih higienis dan diteliti dagingnya ada tanda/stempel periksa dari rumah potong hewan. Bahan makanan termasuk sayuran, buah, dll dicuci yang bersih. Bila makan daging dimasak sampai matang (well done), jangan setengah matang
Membeli daging seyogyanya dari supermarket atau kios-kios penjual yang berizin, bersih higienis dan diteliti dagingnya ada tanda/stempel periksa dari rumah potong hewan. Bahan makanan termasuk sayuran, buah, dll dicuci yang bersih. Bila makan daging dimasak sampai matang (well done), jangan setengah matang
REFERENSI
Anonimus : Merck’s Veterinary Manual 7th Ed,
1991
…………… :
Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan
Menular, Dir Keswan, Dirj Peternakan, Deptan, 1981
……………. :
Proceeding Seminar Zoonosis Rabies &
Anthrax, FaPet Undip-PDHI, 1991
Agus Nurhadi, Martindah,Wahyuwardani: Studi Anthrax pada manusia dan ternak di Jawa Tengah
Temu
Ilmiah Nasional Veteriner, Bogor, 1996
Dharmojono : Penyakit Tanah, mengejutkan tetapi tidak
mengherankan, Infovet Feb, 2000
……………… :
15 Penyakit Menular dari Binatang ke
Manusia, Milenia, 2001
……………….. :
Leptospirosis, Anthrax, Mulut & Kuku, Sapi Gila, Pustaka Populer Obor, 2002
Schnurrenberger: An
outline of the Zoonosis, Iowa State University Press, 1981
Tidak ada komentar:
Posting Komentar