PENYAKIT CACING PITA
(TAENIASIS)
Oleh: Drh. S. Dharmojono
PENDAHULUAN
Taenia sp adalah bentuk dewasa dari Cacing pita dan hidup sebagai parasite
di dalam alat perncernakan baik hewan maupun manusia. Yang paling sering
ditemukan adalah Taenia soleum, sedangkan pada hewan adalah Taenia saginata. Kedua
Taenia sp ini bisa hidup baik di manusia maupun hewan, jadi Taenia sp ini
termasuk penyakit zoonosis. Penyakit
yang disebabkan oleh infestasi Taenia ap disebut Taeniasis.
Bentuk larva dari Taenia sp disebut Cysticercus. Bentuk
cystecercus dari Taenia soleum terdapat
umumnya pada daging babi yang disebut Cystecercus cellolosae, tetapi
bentuk cystecercus ini juga didapatkan pada kucing, anjing, domba, sapi, monyet
dan pada manusia. Sedangkan bentuk larva dari T saginata terdapat didalam daging sapi serta hewan pemamah biak
lainnya, seperti kerbau, antelope, jerapah, kijang, dsb dan disebut Cysticercus bovis atau Cysticercus innermis. Cysticrcus ini
suka bersarang didalam berbagai jaringan tubuh dan menimbulkan penyakit.
Penyakit yang disebabkan oleh cysticercus disebut Cysticercosis.
ETIOLOGI DAN
EPIDEMIOLOGI
Telah diutarakan terdahulu, bahwa Taeniasis disebabkan oleh bentuk dewasa cacing pita, sedangkan cysticercosis disebabkan oleh bentuk
larva dari cacing pita yaitu cysticercus.
Cysticercus berbentuk bulat atau
lonjong dengan satu kepala yang disebut scolex. Scolex ini menonjol kedalam
gelembung tadi. Gelembung ini berdinding tipis ketika masih muda dan makin
menebal ketika menjadi tua, jadi sepertinya membentuk cyste (kista). Gelembung
mana berisi cairan yang terdiri dari protein, lemak, garam-garaman dan air
untuk hidupnya scolex tadi. Jaringan
yang ditempati oleh cyste-cyste lama kelamaan mati dan membentuk daerah
perkapuran, sehingga terlihat seperti bercak-bercak putih seperti beras, oleh
karena itu penyakit ini oleh masyarakat setempat biasa disebut beberasan atau barrasan. Beberasan ini mempunyai predileksi di otot masseter,
jantung, lidah, triceps dan diafragma.
Cysticercosis pada hewan pertama kali dilaporkan
oleh Le Coultre (1920) pada babi di
Bali. Pada waktu itu menurut survey, babi Bali 1,8 – 3,3% mengidap cysticercosis.Kemudian menurut survey
Dinas Peternakan Bali (1977), kasusnya menurun menjadi 0,16%.
Sebelum itu seorang Belanda di Magelang, Jawa Tengah,
ditemukan mengidap cysticercosis (1867),
Boune pernah melaporkan adanya Taeniasis (soleum) pada seorang wanita,
selanjutnya Kosim (1972) menemukan
telur didalam progllotide (ruas tubuh cacing pita). Pernah ditemukan juga orang
penderita Taeniasis (saginata) di Samosir. Survey yang dilakukan oleh Tumada dan Margono (1973) di RS Enarotali (Papua), 9% ternak babi menderita Taeniasis. Pada tahun 1969, penulis (Dharmojono) berada di
Enarotali memeriksa Sapi (susu) dan kambing/domba milik missionaris, tidak
menemukan cysticercosis. Pada waktu
itu juga penulis (Dharmojono) kebetulan
dapat menyaksikan “pesta babi” oleh rakyat setempat, dimana daging babi hanya dipanaskan
diatas batu-batu yang dibakar, mungkin sekali tidak “well done”.
Induk semang antara (intermediate
host) dari Taenia multiceps adalah domba, kambing, rusa, kuda dan kelinci.
Enarotali pada waktu itu (1969) tidak ada hewan-hewan tsb yang dimiliki rakyat,
(kecuali terbatas di missionaris), jadi barangkali cysticercosis bersiklus hanya babi-manusia-babi dst.
Oncospheres dapat mencapai jaringan otak yang
dikenal sebagai Coenurus cerebralis yang dapat menyebabkan radang selaput otak
bernanah (meningo encephalitis
suppurativa). Coenurus ini dapat
berkembang sampai berdiameter 5-6 cm sehingga menekan intracranial, menyebabkan
ataxia, hypermetria, kebutaan sampai dengan kelumpuhan tergantung kepada tempat
dan luasnya infestasi penyakit.
PATOGENESIS
Hewan yang paling rentan terhadap C cellulosae adalah hewan babi, kemudian sapi, domba, anjing,
kucing dan manusia . Hewan yang rentan terhadap C bovis adalah sapi dan kerbau dan umumnya hewan memamah biak,
meski manusia dapat juga ketularan. Pada pemeriksaan paska mati pernah
ditemukan oedema diseluruh karkas
penderita dan ada bercak-bercak pucat didalam beberapa jaringan ditempat cycticercus membentuk sarang, kemudian
sarang-sarang tsb terjadi pengapuran.
Penyebaran larva cacing tanea adalah: larva didalam ternak babi
atau sapi >>manusia terinfeksi karena makan daging yang mengandung cysticercus
karena daging kurang dimasak >> masuk kedalam usus kecil, menjadi dewasa
dan berkembang, dapat sampai 5-7 m >> penderita sering mengalami nyeri
lambung, mual, sembelit dan atau diare >> proglotide banyak terdapat didalam feses (dapat juga didalam daging, jantung, otak, mata, syaraf penderita
>> timbul gejala-gejala.
SIMPTOMATOLOGI
Hewan yang terinfeksi cycticercus
ringan tidak memperlihatkan gejala apapun. Pada infeksi beratlah gejala baru
timbul tetapi gejala tergantung kepada dimana dan seberapa luas cysticercus tsb berada. Gejala yang
dapat diamati adalah perasaan tidak enak badan (malaise), mudah terusik (irritability),
perubahan tingkah laku makan (capricious appetite)
rambut/bulu kusut (shaggy coat),
sedikit diare dan berkurang berat badan. Pernah ditemukan cysticercosis berat pada anjing yang memperlihatkan gejala mirip Rabies, ternyata dalam otopsi ditemukan
banyak sekali cysticercus. Pernah
pula ditemukan pada sapi dengn gejala kelumpuhan lidahnya, ternyata ditemukan
banyak sekali cysticercus dilidahnya.
DIAGNOSIS
Gejala klinik saja tidak dapat diandalkan dalam diagnosis Taeniasis/cysticercosis. Yang paling
tegas adalah ditemukannya proglotida didalam feses penderita.
Dalam sample jaringan yang diperoleh dari biopsi jaringan didaerah predileksi
penyakit, yaitu dalam jaringan-jaringan dengan banyak vaskularisasi dapat
ditemukan cyste.
DIAGNOSIS BANDING
Banyak Taenia sp yang dapat menimbulkan Taeniasis pada manusia dan hewan sbb:
Bentuk Hospes Bentuk Hospes
Taenia sp anjing Cysticercus domba, sapi,
T hydatigena - C. tenuicollis anjing, babi
T soleum manusia C. cellulose orang, babi
T ovis anjing C. ovis domba
T saginata orang C. bovis sapi
Multiceps anjing C. crebralis* domba
E granulose** anjing C. hydatida domba
E multiocularis ** anjing C. hydatida orang
Kucing alveolaris domba
*Coenorus **Echinnococus
Untuk membedakannya, hanya dapat dilakukan dengan melihat
struktur dan bentuknya. Misalnya coenorus
bentuknya besar dan mengandung banyak scolexes
pada dindingnya dan akan menjadi cacing dewasa hanya satu saja, sedangkan echinnococus akan membentuk gelembung
dahulu sebagai anak cucunya, kemudian diidalam gelembung itulah scolexnya berada. Dengan demikian echinnococus akan menjadi cacing dewasa
banyak sesuai dengan jumlah scolex
nya.
PENGOBATAN
Karena parasite Taeniasis ada didalam alat pencernakan, maka Taeniasis masih mungkin dapat diobati
per-os. Obat yang biasa digunakan adalah Yomesan. Cysticercosis, karena dalam bentuk cysta dan tinggal didalam jaringan, maka tidak/belum ada obat yang bisa
mencapai jaringan, sehingga cysticercosis
tidak dapat diobati.
Senyawa bunamidine efektif untuk echinnococus dan Taenia dalam bentuk
dewasa dan spirometra pada kucing.
Nicosamide dan garam piperazine hanya efektif untuk
melawan Taeniasis pada kucing dan anjing,
tetapi tidak untuk Dyphilidium caninum dan Echinnocosis sp, malah penderita
menjadi diare dan muntah.
Mebendazole, febantel, fenbendazole dan flubendazole dapat pula digunakan melawan Taenia
dewasa tetapi tidak untuk E granulosa.
Praziquantel
efektif untuk bentuk dewasa dan larva cacing pita pada anjing dan
kucing tetapi tidak mempan untuk telurnya.
PENCEGAHAN
Ternak babi makan feses dari penderita, sedangkan manusia
terinfeksi dari makan daging mentah atau setengah matang yang mengandung cysticercus. Berdasarkan pengetahuan
itu, maka pencegahan yang paling efektif dan murah adalah melakukan sanitasi
dan hygiene ternak dan kandangnya. Tidak membeli daging ditempat penjualan
daging sembarangan atau yang tidak berizin. Belilah daging yang hewannya
dipotong di RPH yang punya izin operasional. Daging harus dimasak sampai masak.
Hidup bersih adalah pangkal kesehatan.
PERATURAN DAN
PERUNDANGAN
Meat hygiene di RPH harus sangat berhati-hati,
terutama bila hewan potong tsb diketahui berasal dari daerah banyak kasus tanaesis atau cysticercosis. Segera bila menemukan “beberasan” melaporkan. Bila
didalam setiap irisan ditemukan “beberasan”, daging demikian harus dimusnahkan.
Bila ditemukan “beberasan” yang tidak merata, setelah bagian hewan itu
disingkirkan, maka bagian karkas lainnya dapat dibebaskan untuk konsumsi dengan
syarat dimasukkan dahulu kedalam kamar pendingin dengan suku – (minus) 10 C minimal selama 6 hari, masih lagi daging tsb
harus dimasak sampai masak benar.
KESEHATAN MASYARAKAT
Bagi hewan kesayangan (anjing, kucing, kelinci) yang
dipelihara juga didalam rumah (indoor),
atau meskipun diluar (outdoor),
mereka yang telah diberi makanan sendiri atau makanan komersial, mereka tidak
lagi berburu makanan sendiri, harus diberikan obat cacing secara berkala. Perlu
diingatkan bahwa ada spesies cacing pita yang siklus hidupnya melalui pinjal (flea)
yaitu Dyphilidium caninum, perlu diwaspadai dan diinformasikan kepada
pemilik hewan.
Ada mitos, bahwa kalau anjing/kucing diberi daging hewan
segar dapat menjadi galak, hal ini tidak benar, yang benar adalah daging mentah
adalah tempat yang paling baik buat hidupnya mikroorganisme dan cysticercus. Yang pernah ditemukan
didalam tubuh anjing/kucing disamping Dyphilidium caninum adalah: E.
granulosis, E. multilocularis, T. multiceps, T. cerialis atau T. crassiceps
(dalam bentuk metacestodes)
yang dapat menular kepada manusia. Waspadalah para Drh praktisi maupun pemilik
hewan kesayangan.
REFERENSI
Anonim :
Pedoman Pengendaian Penyakit Hewan
Menular (Dir KesWan, KemTan,
1980)l
Dharmawan, Ashadi, Siregar, Sihombing : Infeksi ekperimental Taenia saginata (strain Bali) pada
Babi Bali (Temu ilmiah nasional bidang Veteriner,
Bogor, Maret 1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar